Sabtu, 28 Maret 2009

resume filsafat ilmu

Ringkasan Kuliah Filsafat Ilmu
Oleh : Ihsan Faisal, M.Ag

Pengantar (pendahuluan)
Unsur-unsur yang membentuk manusia : fisik, akal, emosi, dan spirit (ruh).
Hukum alam telah ditentukan Tuhan, ditemukan oleh pengalaman manusia, walaupun prosesnya memerlukan waktu yang lama. Contoh : pemuaian besi jika dipanaskan itu sudah ditentukan oleh Tuhan, tetapi manusia baru menemukannya hasil dari eksperimen-eksperimen yang dilakukan.
Dari eksperimen-eksperimen dari maka lahirlah ilmu pengetahuan (science). Kegunaan science asalnya hanya bersifat pragmatis untuk kehidupan namun terus diusahakan secara fungsinya.
Hal-hal yang empirik terkadang tidak bersifat rasional. Contoh : membasuh dua khuf ketika wudhu, jumlah rak'at dalam shalat.
Munculnya ilmu pengetahuan bukan dari manusia. Manusia bukanlah pencipta hukum tapi penemu hukum-hukum alam (discovery).
Taxonomi merupakan uraian ilmu yang bersifat deduktif.
Contoh : Manusia mempunyai empat unsur :
1. Alam : Tumbuhan, tanah, hewan, manusia
2. Manusia : Komunikasi, ekonomi, hukum, pendidikan
3. Abstrak : seni & filsafat
4. Tuhan : agama dan Theologi
Resiko dari taxonomi adalah parsialnya beberapa unsur keilmuan.
Terdapat pengetahuan dan ilmu pengetahuan. Pengetahuan bersifat tidak sistematis dan praktis, sedangkan ilmu pengetahuan bersifat sistematis.

Definisi Ilmu pengetahuan
Ilmu adalah pengetahuan yang sudah sistematis.
ilmu merupakan pengetahuan yang didapat melalui proses tertentu yang dinamakan metode keilmuan. Metode ini lah yang membedakan ilmu dengan buah pemikiran lainnya. Dengan perkataan lain, ilmu adalah pengetahuan yang diperoleh dengan menerapkan metode keilmuan. Karena ilmu merupakan sebagian dari pengetahuan, yakni pengetahuan yang memiliki sifat-sifat tertentu, maka ilmu dapat juga disebut pengetahuan keilmuan.
a. Pengetahuan : Persepsi subyek (manusia) atas obyek (riil dan gaib) atau fakta.
b. Ilmu Pengetahuan : Kumpulan pengetahuan yang benar disusun dengan sistem dan metode untuk mencapai tujuan yang berlaku universal dan dapat diuji/diverifikasi kebenarannya
Ilmu Pengetahuan :
- bukan satu, melainkan banyak (plural)
- bersifat terbuka (dapat dikritik)
- berkaitan dalam memecahkan masalah
Jika Ilmu Pengetahuan Tertentu dikaji dari ketiga aspek (ontologi, epistemologi dan aksiologi), maka perlu mempelajari esensi atau hakikat yaitu inti atau hal yang pokok atau intisari atau dasar atau kenyataan yang benar dari ilmu tersebut.
Sifat Ilmu :
a. Sistematis
b. Konsisten (antar teori tidak bertentangan)
c. Eksplisit (disepakati dapat universal, bukan hanya kecil)
d. Ilmiah, benar (pembuktian dengan metode ilmiah).
Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah). Ilmu merupakan cabang pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu. Meskipun secara metodologis ilmu tidak membedakan antara ilmu-ilmu alam dengan ilmu-ilmu sosial, namun karena permasalahan-permasalahan teknis yang bersifat khas, maka filsafat ilmu sering dibagi menjadi filsafat ilmu-ilmu alam dan filsafat ilmu-ilmu sosial. Pembagian ini lebih merupakan pembatasan masing-masing bidang yang ditelaah, yakni ilmu alam dan ilmu sosial dan tidak mencirikan cabang filsafat yang bersifat otonom. Ilmu memang berbeda dari pengetahuan secara filsafat, namun tidak terdapat perbedaan yang prinsipil antara ilmu alam dan ilmu sosial di mana keduanya mempunyai ciri-ciri keilmuann yang sama.
Lebih lanjut Nuchelmans (1982), mengemukakan bahwa dengan munculnya ilmu pengetahuan alam pada abad ke 17, maka mulailah terjadi perpisahan antara filsafat dan ilmu pengetahuan. Dengan demikian dapatlah dikemukakan bahwa sebelum abad ke 17 tersebut ilmu pengetahuan adalah identik dengan filsafat. Pendapat tersebut sejalan dengan pemikiran Van Peursen (1985), yang mengemukakan bahwa dahulu ilmu merupakan bagian dari filsafat, sehingga definisi tentang ilmu bergantung pada sistem filsafat yang dianut.
Dalam perkembangan lebih lanjut menurut Koento Wibisono (1999), filsafat itu sendiri telah mengantarkan adanya suatu konfigurasi dengan menunjukkan bagaimana “pohon ilmu pengetahuan” telah tumbuh mekar-bercabang secara subur. Masing-masing cabang melepaskan diri dari batang filsafatnya, berkembang mandiri dan masing-masing mengikuti metodologinya sendiri-sendiri.
Dengan demikian, perkembangan ilmu pengetahuan semakin lama semakin maju dengan munculnya ilmu-ilmu baru yang pada akhirnya memunculkan pula sub-sub ilmu pengetahuan baru bahkan kearah ilmu pengetahuan yang lebih khusus lagi seperti spesialisasi-spesialisasi. Oleh karena itu tepatlah apa yang dikemukakan oleh Van Peursen (1985), bahwa ilmu pengetahuan dapat dilihat sebagai suatu sistem yang jalin-menjalin dan taat asas (konsisten) dari ungkapan-ungkapan yang sifat benar-tidaknya dapat ditentukan.
Terlepas dari berbagai macam pengelompokkan atau pembagian dalam ilmu pengetahuan, sejak F.Bacon (1561-1626) mengembangkan semboyannya “Knowledge Is Power”, kita dapat mensinyalir bahwa peranan ilmu pengetahuan terhadap kehidupan manusia, baik individual maupun sosial menjadi sangat menentukan. Karena itu implikasi yang timbul menurut Koento Wibisono (1984), adalah bahwa ilmu yang satu sangat erat hubungannya dengan cabang ilmu yang lain serta semakin kaburnya garis batas antara ilmu dasar-murni atau teoritis dengan ilmu terapan atau praktis.
Untuk mengatasi gap antara ilmu yang satu dengan ilmu yang lainnya, dibutuhkan suatu bidang ilmu yang dapat menjembatani serta mewadahi perbedaan yang muncul. Oleh karena itu, maka bidang filsafatlah yang mampu mengatasi hal tersebut. Hal ini senada dengan pendapat Immanuel kant (dalam kunto Wibisono dkk., 1997) yang menyatakan bahwa filsafat merupakan disiplin ilmu yang mampu menunjukkan batas-batas dan ruang lingkup pengetahuan manusia secara tepat. Oleh sebab itu Francis bacon (dalam The Liang Gie, 1999) menyebut filsafat sebagai ibu agung dari ilmu-ilmu (the great mother of the sciences).
Lebih lanjut Koento Wibisono dkk. (1997) menyatakan, karena pengetahuan ilmiah atau ilmu merupakan “a higher level of knowledge”, maka lahirlah filsafat ilmu sebagai penerusan pengembangan filsafat pengetahuan. Filsafat ilmu sebagai cabang filsafat menempatkan objek sasarannya: Ilmu (Pengetahuan). Bidang garapan filsafat ilmu terutama diarahkan pada komponen-komponen yang menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu yaitu: ontologi, epistemologi dan aksiologi. Hal ini didukung oleh Israel Scheffler (dalam The Liang Gie, 1999), yang berpendapat bahwa filsafat ilmu mencari pengetahuan umum tentang ilmu atau tentang dunia sebagaimana ditunjukkan oleh ilmu.
Interaksi antara ilmu dan filsafat mengandung arti bahwa filsafat dewasa ini tidak dapat berkembang dengan baik jika terpisah dari ilmu. Ilmu tidak dapat tumbuh dengan baik tanpa kritik dari filsafat. Dengan mengutip ungkapan dari Michael Whiteman (dalam Koento Wibisono dkk.1997), bahwa ilmu kealaman persoalannya dianggap bersifat ilmiah karena terlibat dengan persoalan-persoalan filsafati sehingga memisahkan satu dari yang lain tidak mungkin. Sebaliknya, banyak persoalan filsafati sekarang sangat memerlukan landasan pengetahuan ilmiah supaya argumentasinya tidak salah.
Kajian Ontologi, Epistemologi dan Aksioligi
Membangun Filsafat Ilmu Teknik perlu menelusuri dari aspek :
Ontologi [ eksistensi (keberadaan) dan essensi (keberartian) ilmu-ilmu keteknikan.
Epistemologi [ metode yang digunakan untuk membuktikan kebenaran ilmu-ilmu keteknikan
Aksiologi [ manfaat dari ilmu-ilmu keteknikan.
Aspek ontologi dari ilmu pengetahuan tertentu hendaknya diuraikan secara :
a. Metodis; Menggunakan cara ilmiah
b. Sistematis; Saling berkaitan satu sama lain secara teratur dalam suatu keseluruhan
c. Koheren; Unsur-unsurnya tidak boleh mengandung uraian yang bertentangan
d. Rasional; Harus berdasar pada kaidah berfikir yang benar (logis)
e. Komprehensif; Melihat obyek tidak hanya dari satu sisi/sudut pandang, melainkan secara multidimensional – atau secara keseluruhan (holistik)
f. Radikal; Diuraikan sampai akar persoalannya, atau esensinya
g. Universal; Muatan kebenarannya sampai tingkat umum yang berlaku di mana saja.

Epistemologi juga disebut teori pengetahuan atau kajian tentang justifikasi kebenaran pengetahuan atau kepercayaan.
Untuk menemukan kebenaran dilakukan sebagai berikut [AR Lacey] :
1. Menemukan kebenaran dari masalah
2. Pengamatan dan teori untuk menemukan kebenaran
3. Pengamatan dan eksperimen untuk menemukan kebenaran
4. Falsification atau operasionalism (experimental opetarion, operation research)
5. Konfirmasi kemungkinan untuk menemukan kebenaran
6. Metode hipotetico – deduktif
7. Induksi dan presupposisi/teori

Untuk memperoleh kebenaran, perlu dipelajari teori-teori kebenaran. Beberapa alat/tools untuk memperoleh atau mengukur kebenaran ilmu pengetahuan adalah sbb. :
Rationalism; Penalaran manusia yang merupakan alat utama untuk mencari kebenaran
Empirism; alat untuk mencari kebenaran dengan mengandalkan pengalaman indera sebagai pemegang peranan utama
Logical Positivism; Menggunakan logika untuk menumbuhkan kesimpulan yang positif benar
Pragmatism; Nilai akhir dari suatu ide atau kebenaran yang disepakati adalah kegunaannya untuk menyelesaikan masalah-masalah praktis.
Filsafat Ilmu Pengetahuan selalu memperhatikan : dinamika ilmu, metode ilmiah, dan ciri ilmu pengetahuan.

Dinamis : dengan aktivitas/perkembangan pengetahuan sistematik dan rasional yang benar sesuai fakta dengan prediksi dan hasil
ada aplikasi ilmu dan teknologi, dinamika perkembangan karena ilmu pengetahuan bersimbiose dengan teknologi
Metode Ilmiah : dengan berbagai ukuran riset yang disesuaikan.
Ciri Ilmu : perlu memperhatikan dua aspek, yaitu : sifat ilmu dan klasifikasi ilmu

Tujuan dasarnya : menemukan kebenaran atas fakta “yang ada” atau sedapat mungkin ada kepastian kebenaran ilmiah
Pada Ilmu Mekanika Tanah dikatakan bahwa kadar air tanah mempengaruhi tingkat kepadatan tanah tersebut. Setelah dilakukan pengujian laboratorium dengan simulasi berbagai variasi kadar air ternyata terbukti bahwa teori tersebut benar.

Obyek material dan obyek formal
Ilmu filsafat memiliki obyek material dan obyek formal. Obyek material adalah apa yang dipelajari dan dikupas sebagai bahan (materi) pembicaraan, yaitu gejala "manusia di dunia yang mengembara menuju akhirat". Dalam gejala ini jelas ada tiga hal menonjol, yaitu manusia, dunia, dan akhirat. Maka ada filsafat tentang manusia (antropologi), filsafat tentang alam (kosmologi), dan filsafat tentang akhirat (teologi - filsafat ketuhanan; kata "akhirat" dalam konteks hidup beriman dapat dengan mudah diganti dengan kata Tuhan). Antropologi, kosmologi dan teologi, sekalipun kelihatan terpisah, saling berkaitan juga, sebab pembicaraan tentang yang satu pastilah tidak dapat dilepaskan dari yang lain. Juga pembicaraan filsafat tentang akhirat atau Tuhan hanya sejauh yang dikenal manusia dalam dunianya.
Obyek formal adalah cara pendekatan yang dipakai atas obyek material, yang sedemikian khas sehingga mencirikan atau mengkhususkan bidang kegiatan yang bersangkutan. Jika cara pendekatan itu logis, konsisten dan efisien, maka dihasilkanlah sistem filsafat.
Filsafat berangkat dari pengalaman konkret manusia dalam dunianya. Pengalaman manusia yang sungguh kaya dengan segala sesuatu yang tersirat ingin dinyatakan secara tersurat. Dalam proses itu intuisi (merupakan hal yang ada dalam setiap pengalaman) menjadi basis bagi proses abstraksi, sehingga yang tersirat dapat diungkapkan menjadi tersurat.

Dalam filsafat, ada filsafat pengetahuan. "Segala manusia ingin mengetahui", itu kalimat pertama Aristoteles dalam Metaphysica. Obyek materialnya adalah gejala "manusia tahu". Tugas filsafat ini adalah menyoroti gejala itu berdasarkan sebab-musabab pertamanya. Filsafat menggali "kebenaran" (versus "kepalsuan"), "kepastian" (versus "ketidakpastian"), "obyektivitas" (versus "subyektivitas"), "abstraksi", "intuisi", dari mana asal pengetahuan dan kemana arah pengetahuan. Pada gilirannya gejala ilmu-ilmu pengetahuan menjadi obyek material juga, dan kegiatan berfikir itu (sejauh dilakukan menurut sebab-musabab pertama) menghasilkan filsafat ilmu pengetahuan. Kekhususan gejala ilmu pengetahuan terhadap gejala pengetahuan dicermati dengan teliti. K

ETIKA
Filsafat ilmu berfungsi untuk mengembangkan ilmu, dan sangat banyak digunakan karena praktis.
Ada hubungan antara ilmu pengetahuan, teknologi dan etika.
Newtonian dan Descartian terkesan sekuler (dehumanisasi).
Aristo – positivistik abad 20 sama dengan berlakunya kebenaran tunggal.
Islamisadi ilmu sampai hari ini baru sebatas gagasan.
Ciri neo modernisasi : ilmu pengetahuan punya teologi perrenial.
Islamisasi di bidang eksak tidak mungkin, tapi kalau dalalm hal sosial mungkin bisa diislamisasikan. SQ bermakna kesadaran beragama.

1 komentar: