Sabtu, 28 Maret 2009

resume filsafat ilmu

Ringkasan Kuliah Filsafat Ilmu
Oleh : Ihsan Faisal, M.Ag

Pengantar (pendahuluan)
Unsur-unsur yang membentuk manusia : fisik, akal, emosi, dan spirit (ruh).
Hukum alam telah ditentukan Tuhan, ditemukan oleh pengalaman manusia, walaupun prosesnya memerlukan waktu yang lama. Contoh : pemuaian besi jika dipanaskan itu sudah ditentukan oleh Tuhan, tetapi manusia baru menemukannya hasil dari eksperimen-eksperimen yang dilakukan.
Dari eksperimen-eksperimen dari maka lahirlah ilmu pengetahuan (science). Kegunaan science asalnya hanya bersifat pragmatis untuk kehidupan namun terus diusahakan secara fungsinya.
Hal-hal yang empirik terkadang tidak bersifat rasional. Contoh : membasuh dua khuf ketika wudhu, jumlah rak'at dalam shalat.
Munculnya ilmu pengetahuan bukan dari manusia. Manusia bukanlah pencipta hukum tapi penemu hukum-hukum alam (discovery).
Taxonomi merupakan uraian ilmu yang bersifat deduktif.
Contoh : Manusia mempunyai empat unsur :
1. Alam : Tumbuhan, tanah, hewan, manusia
2. Manusia : Komunikasi, ekonomi, hukum, pendidikan
3. Abstrak : seni & filsafat
4. Tuhan : agama dan Theologi
Resiko dari taxonomi adalah parsialnya beberapa unsur keilmuan.
Terdapat pengetahuan dan ilmu pengetahuan. Pengetahuan bersifat tidak sistematis dan praktis, sedangkan ilmu pengetahuan bersifat sistematis.

Definisi Ilmu pengetahuan
Ilmu adalah pengetahuan yang sudah sistematis.
ilmu merupakan pengetahuan yang didapat melalui proses tertentu yang dinamakan metode keilmuan. Metode ini lah yang membedakan ilmu dengan buah pemikiran lainnya. Dengan perkataan lain, ilmu adalah pengetahuan yang diperoleh dengan menerapkan metode keilmuan. Karena ilmu merupakan sebagian dari pengetahuan, yakni pengetahuan yang memiliki sifat-sifat tertentu, maka ilmu dapat juga disebut pengetahuan keilmuan.
a. Pengetahuan : Persepsi subyek (manusia) atas obyek (riil dan gaib) atau fakta.
b. Ilmu Pengetahuan : Kumpulan pengetahuan yang benar disusun dengan sistem dan metode untuk mencapai tujuan yang berlaku universal dan dapat diuji/diverifikasi kebenarannya
Ilmu Pengetahuan :
- bukan satu, melainkan banyak (plural)
- bersifat terbuka (dapat dikritik)
- berkaitan dalam memecahkan masalah
Jika Ilmu Pengetahuan Tertentu dikaji dari ketiga aspek (ontologi, epistemologi dan aksiologi), maka perlu mempelajari esensi atau hakikat yaitu inti atau hal yang pokok atau intisari atau dasar atau kenyataan yang benar dari ilmu tersebut.
Sifat Ilmu :
a. Sistematis
b. Konsisten (antar teori tidak bertentangan)
c. Eksplisit (disepakati dapat universal, bukan hanya kecil)
d. Ilmiah, benar (pembuktian dengan metode ilmiah).
Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah). Ilmu merupakan cabang pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu. Meskipun secara metodologis ilmu tidak membedakan antara ilmu-ilmu alam dengan ilmu-ilmu sosial, namun karena permasalahan-permasalahan teknis yang bersifat khas, maka filsafat ilmu sering dibagi menjadi filsafat ilmu-ilmu alam dan filsafat ilmu-ilmu sosial. Pembagian ini lebih merupakan pembatasan masing-masing bidang yang ditelaah, yakni ilmu alam dan ilmu sosial dan tidak mencirikan cabang filsafat yang bersifat otonom. Ilmu memang berbeda dari pengetahuan secara filsafat, namun tidak terdapat perbedaan yang prinsipil antara ilmu alam dan ilmu sosial di mana keduanya mempunyai ciri-ciri keilmuann yang sama.
Lebih lanjut Nuchelmans (1982), mengemukakan bahwa dengan munculnya ilmu pengetahuan alam pada abad ke 17, maka mulailah terjadi perpisahan antara filsafat dan ilmu pengetahuan. Dengan demikian dapatlah dikemukakan bahwa sebelum abad ke 17 tersebut ilmu pengetahuan adalah identik dengan filsafat. Pendapat tersebut sejalan dengan pemikiran Van Peursen (1985), yang mengemukakan bahwa dahulu ilmu merupakan bagian dari filsafat, sehingga definisi tentang ilmu bergantung pada sistem filsafat yang dianut.
Dalam perkembangan lebih lanjut menurut Koento Wibisono (1999), filsafat itu sendiri telah mengantarkan adanya suatu konfigurasi dengan menunjukkan bagaimana “pohon ilmu pengetahuan” telah tumbuh mekar-bercabang secara subur. Masing-masing cabang melepaskan diri dari batang filsafatnya, berkembang mandiri dan masing-masing mengikuti metodologinya sendiri-sendiri.
Dengan demikian, perkembangan ilmu pengetahuan semakin lama semakin maju dengan munculnya ilmu-ilmu baru yang pada akhirnya memunculkan pula sub-sub ilmu pengetahuan baru bahkan kearah ilmu pengetahuan yang lebih khusus lagi seperti spesialisasi-spesialisasi. Oleh karena itu tepatlah apa yang dikemukakan oleh Van Peursen (1985), bahwa ilmu pengetahuan dapat dilihat sebagai suatu sistem yang jalin-menjalin dan taat asas (konsisten) dari ungkapan-ungkapan yang sifat benar-tidaknya dapat ditentukan.
Terlepas dari berbagai macam pengelompokkan atau pembagian dalam ilmu pengetahuan, sejak F.Bacon (1561-1626) mengembangkan semboyannya “Knowledge Is Power”, kita dapat mensinyalir bahwa peranan ilmu pengetahuan terhadap kehidupan manusia, baik individual maupun sosial menjadi sangat menentukan. Karena itu implikasi yang timbul menurut Koento Wibisono (1984), adalah bahwa ilmu yang satu sangat erat hubungannya dengan cabang ilmu yang lain serta semakin kaburnya garis batas antara ilmu dasar-murni atau teoritis dengan ilmu terapan atau praktis.
Untuk mengatasi gap antara ilmu yang satu dengan ilmu yang lainnya, dibutuhkan suatu bidang ilmu yang dapat menjembatani serta mewadahi perbedaan yang muncul. Oleh karena itu, maka bidang filsafatlah yang mampu mengatasi hal tersebut. Hal ini senada dengan pendapat Immanuel kant (dalam kunto Wibisono dkk., 1997) yang menyatakan bahwa filsafat merupakan disiplin ilmu yang mampu menunjukkan batas-batas dan ruang lingkup pengetahuan manusia secara tepat. Oleh sebab itu Francis bacon (dalam The Liang Gie, 1999) menyebut filsafat sebagai ibu agung dari ilmu-ilmu (the great mother of the sciences).
Lebih lanjut Koento Wibisono dkk. (1997) menyatakan, karena pengetahuan ilmiah atau ilmu merupakan “a higher level of knowledge”, maka lahirlah filsafat ilmu sebagai penerusan pengembangan filsafat pengetahuan. Filsafat ilmu sebagai cabang filsafat menempatkan objek sasarannya: Ilmu (Pengetahuan). Bidang garapan filsafat ilmu terutama diarahkan pada komponen-komponen yang menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu yaitu: ontologi, epistemologi dan aksiologi. Hal ini didukung oleh Israel Scheffler (dalam The Liang Gie, 1999), yang berpendapat bahwa filsafat ilmu mencari pengetahuan umum tentang ilmu atau tentang dunia sebagaimana ditunjukkan oleh ilmu.
Interaksi antara ilmu dan filsafat mengandung arti bahwa filsafat dewasa ini tidak dapat berkembang dengan baik jika terpisah dari ilmu. Ilmu tidak dapat tumbuh dengan baik tanpa kritik dari filsafat. Dengan mengutip ungkapan dari Michael Whiteman (dalam Koento Wibisono dkk.1997), bahwa ilmu kealaman persoalannya dianggap bersifat ilmiah karena terlibat dengan persoalan-persoalan filsafati sehingga memisahkan satu dari yang lain tidak mungkin. Sebaliknya, banyak persoalan filsafati sekarang sangat memerlukan landasan pengetahuan ilmiah supaya argumentasinya tidak salah.
Kajian Ontologi, Epistemologi dan Aksioligi
Membangun Filsafat Ilmu Teknik perlu menelusuri dari aspek :
Ontologi [ eksistensi (keberadaan) dan essensi (keberartian) ilmu-ilmu keteknikan.
Epistemologi [ metode yang digunakan untuk membuktikan kebenaran ilmu-ilmu keteknikan
Aksiologi [ manfaat dari ilmu-ilmu keteknikan.
Aspek ontologi dari ilmu pengetahuan tertentu hendaknya diuraikan secara :
a. Metodis; Menggunakan cara ilmiah
b. Sistematis; Saling berkaitan satu sama lain secara teratur dalam suatu keseluruhan
c. Koheren; Unsur-unsurnya tidak boleh mengandung uraian yang bertentangan
d. Rasional; Harus berdasar pada kaidah berfikir yang benar (logis)
e. Komprehensif; Melihat obyek tidak hanya dari satu sisi/sudut pandang, melainkan secara multidimensional – atau secara keseluruhan (holistik)
f. Radikal; Diuraikan sampai akar persoalannya, atau esensinya
g. Universal; Muatan kebenarannya sampai tingkat umum yang berlaku di mana saja.

Epistemologi juga disebut teori pengetahuan atau kajian tentang justifikasi kebenaran pengetahuan atau kepercayaan.
Untuk menemukan kebenaran dilakukan sebagai berikut [AR Lacey] :
1. Menemukan kebenaran dari masalah
2. Pengamatan dan teori untuk menemukan kebenaran
3. Pengamatan dan eksperimen untuk menemukan kebenaran
4. Falsification atau operasionalism (experimental opetarion, operation research)
5. Konfirmasi kemungkinan untuk menemukan kebenaran
6. Metode hipotetico – deduktif
7. Induksi dan presupposisi/teori

Untuk memperoleh kebenaran, perlu dipelajari teori-teori kebenaran. Beberapa alat/tools untuk memperoleh atau mengukur kebenaran ilmu pengetahuan adalah sbb. :
Rationalism; Penalaran manusia yang merupakan alat utama untuk mencari kebenaran
Empirism; alat untuk mencari kebenaran dengan mengandalkan pengalaman indera sebagai pemegang peranan utama
Logical Positivism; Menggunakan logika untuk menumbuhkan kesimpulan yang positif benar
Pragmatism; Nilai akhir dari suatu ide atau kebenaran yang disepakati adalah kegunaannya untuk menyelesaikan masalah-masalah praktis.
Filsafat Ilmu Pengetahuan selalu memperhatikan : dinamika ilmu, metode ilmiah, dan ciri ilmu pengetahuan.

Dinamis : dengan aktivitas/perkembangan pengetahuan sistematik dan rasional yang benar sesuai fakta dengan prediksi dan hasil
ada aplikasi ilmu dan teknologi, dinamika perkembangan karena ilmu pengetahuan bersimbiose dengan teknologi
Metode Ilmiah : dengan berbagai ukuran riset yang disesuaikan.
Ciri Ilmu : perlu memperhatikan dua aspek, yaitu : sifat ilmu dan klasifikasi ilmu

Tujuan dasarnya : menemukan kebenaran atas fakta “yang ada” atau sedapat mungkin ada kepastian kebenaran ilmiah
Pada Ilmu Mekanika Tanah dikatakan bahwa kadar air tanah mempengaruhi tingkat kepadatan tanah tersebut. Setelah dilakukan pengujian laboratorium dengan simulasi berbagai variasi kadar air ternyata terbukti bahwa teori tersebut benar.

Obyek material dan obyek formal
Ilmu filsafat memiliki obyek material dan obyek formal. Obyek material adalah apa yang dipelajari dan dikupas sebagai bahan (materi) pembicaraan, yaitu gejala "manusia di dunia yang mengembara menuju akhirat". Dalam gejala ini jelas ada tiga hal menonjol, yaitu manusia, dunia, dan akhirat. Maka ada filsafat tentang manusia (antropologi), filsafat tentang alam (kosmologi), dan filsafat tentang akhirat (teologi - filsafat ketuhanan; kata "akhirat" dalam konteks hidup beriman dapat dengan mudah diganti dengan kata Tuhan). Antropologi, kosmologi dan teologi, sekalipun kelihatan terpisah, saling berkaitan juga, sebab pembicaraan tentang yang satu pastilah tidak dapat dilepaskan dari yang lain. Juga pembicaraan filsafat tentang akhirat atau Tuhan hanya sejauh yang dikenal manusia dalam dunianya.
Obyek formal adalah cara pendekatan yang dipakai atas obyek material, yang sedemikian khas sehingga mencirikan atau mengkhususkan bidang kegiatan yang bersangkutan. Jika cara pendekatan itu logis, konsisten dan efisien, maka dihasilkanlah sistem filsafat.
Filsafat berangkat dari pengalaman konkret manusia dalam dunianya. Pengalaman manusia yang sungguh kaya dengan segala sesuatu yang tersirat ingin dinyatakan secara tersurat. Dalam proses itu intuisi (merupakan hal yang ada dalam setiap pengalaman) menjadi basis bagi proses abstraksi, sehingga yang tersirat dapat diungkapkan menjadi tersurat.

Dalam filsafat, ada filsafat pengetahuan. "Segala manusia ingin mengetahui", itu kalimat pertama Aristoteles dalam Metaphysica. Obyek materialnya adalah gejala "manusia tahu". Tugas filsafat ini adalah menyoroti gejala itu berdasarkan sebab-musabab pertamanya. Filsafat menggali "kebenaran" (versus "kepalsuan"), "kepastian" (versus "ketidakpastian"), "obyektivitas" (versus "subyektivitas"), "abstraksi", "intuisi", dari mana asal pengetahuan dan kemana arah pengetahuan. Pada gilirannya gejala ilmu-ilmu pengetahuan menjadi obyek material juga, dan kegiatan berfikir itu (sejauh dilakukan menurut sebab-musabab pertama) menghasilkan filsafat ilmu pengetahuan. Kekhususan gejala ilmu pengetahuan terhadap gejala pengetahuan dicermati dengan teliti. K

ETIKA
Filsafat ilmu berfungsi untuk mengembangkan ilmu, dan sangat banyak digunakan karena praktis.
Ada hubungan antara ilmu pengetahuan, teknologi dan etika.
Newtonian dan Descartian terkesan sekuler (dehumanisasi).
Aristo – positivistik abad 20 sama dengan berlakunya kebenaran tunggal.
Islamisadi ilmu sampai hari ini baru sebatas gagasan.
Ciri neo modernisasi : ilmu pengetahuan punya teologi perrenial.
Islamisasi di bidang eksak tidak mungkin, tapi kalau dalalm hal sosial mungkin bisa diislamisasikan. SQ bermakna kesadaran beragama.

biografi 5 muhaditsin

biografi 5 muhaditsin
oleh : Ihsan Faisal, M.Ag
Imam Al-Bukhari

Al-Bukhari memiliki nama lengkap Abu Abdillah Muhammad Ibn Ismail Ibn Ibrahim ibn al-Mughirah ibn Bardzibah al-Ja'fi al-Bukhari. Dilahirkan pada hari jum'at 13 Syawal 194 H di Bukhara, dan meninggal pada tanggal 30 Ramadhan 256 H pada usia 62 tahun. Ayahnya adalah seorang ulama hadits yang pernah belajar di bawah bimbingan sejumlah tokoh termasyhur saat itu seperti Malik ibn Anas, Hammad ibn Zaid dan Ibn Mubarak.
Di saat usianya belum mencapai sepuluh tahun, Imam al-Bukhari telah memulai belajar hadits, sehingga tidak mengherankan apabila pada usia kurang dari 16 tahun telah berhasil menghafal matan sekaligus rawi dari berbagai buah kitab karangan Ibn Mubarak dan Waqi. Dia adalah seorang ulama besar khususnya dalam bidang hadits yang tidak ada bandingannya. Selama perlawatannya untuk mencari hadits, beliau melanglang buana ke pelbagai daerah, Mesir, Iraq, Khurasan dan Syam. Al-Bukhari berguru lebih dari 1000 guru hadits di antaranya adalah Ali ibn al-Madini, Ahmad bin Hanbal, Yahya bin Ma'in, Muhammad bin Yusuf al-Firyabi, dan Ibn Rahawaih. Ia mendengar lebih dari 100.000 hadits, yang kemudian beliau seleksi untuk dimasukkan dalam kitab shahihnya.
Karena ketekunan, ketelitian, dan kecerdasannya dalam mencari, menyeleksi dan menghafal hadits serta banyak menulis kitab, menjadikan ia cepat dikenal sebagai seorang ahli hadits dan mendapat gelar amir al-mu'minin fi al-hadits. Sehingga banyak ulama yang belajar dan meriwayatkan hadits darinya, di antara yang terkenal adalah Muslim ibn Hajjaj, al-Tirmidzi, al-Nasa'I, Ibn Khuzaimah, dan Ibn Abu Dawud.
Berangkat dari upaya penyeleksian hadits-hadits yang diterimanya yang melibatkan sekian jumlah rawi, menjadikan al-Bukhari menyusun kitab Tarikh al-Ruwah yang cukup monumental, kitab Tarikh al-Kabir. Kitab ini termasuk kitab biografi rawi yang paling awal dan membuat ta'jub para ulama semasa dan sesudahnya. Kitab ini memuat 12.305 biografi rawi yang telah dicetak dan memakai nomor urut yang disusun dengan urutan mu'jam dengan memperhatikan huruf pertama dari nama perawi dan nama bapaknya.
Al-Bukhari memulai pembahasan dengan menyebutkan nama-nama Muhammad, karena mengagungkan nama Nabi Muhammad. al-Bukhari juga mendahulukan nama-nama sahabat dalam setiap perawi tanpa memperhatikan nama ayahnya, sebagaimana dinyatakan sendiri oleh al-Bukhari dalam muqaddimahnya.
Al-Bukhari menyusun kitab biografi rawi-rawi dilandasi kekhawatiran munculnya orang-orang yang meriwayatkan hadits dan isnadnya, namun tidak mengetahui biografinya. Al-Bukhari menyusun 3 buah, salah satunya dibawa Ishaq bin Rahawaih yang membawa kitabnya kepada Ali Abdullah Ibn Thahir seorang amir masa itu yang sangat ta'jub akan tulisan al-Bukhari.
Sebagai sebuah karya biografi awal, banyak ulama hadits yang merujuk kitab ini sebagai bahan acuan. Di antaranya, al-Tsiqat karya Ibn Hibban, kitab al-Jarh wa al-Ta'dil karya Ibnu Abi Hatim al-Razi, dan sebagainya.
Dalam kitabnya, al-Bukhari menggunakan istilah-istilah halus untuk penilaian kualitas negatif, fihi nadharun atau sakatu anhu. Sedang kualitas negatif yang berat yang menjadikan tertolak posisinya, al-Bukhari menggunakan istilah munkarul hadits.
Karya-karya Imam al-Bukhari yang lainnya yaitu : al-Qadhaya al-Shahabah wa al-Tabi'in, Raf'ul yadain fi al-Shalah, Qira'at khalfa al-Imam, Khalq af'al al-Ibad, al-Tafsir al-Kabir, al-Tarikh al-Shagir, al-Tarikh al-Ausath, al-Tarikh al-Kabir, al-Adab al-Mufrad, Birr al-Walidain, al-Dhu'afa, al-Jami al-Kabir, al-Asyribah, al-Hibah, Asami al-Shahabah, al-Wuhdan, al-Mabshut, al-'Ilal, al-Kunya, al-Fawa'id, al-Shahih.
Setelah dilakukan penelitian terhadap hadits-haditsnya, kriteria hadits shahih menurut al-Bukhari adalah dalam hal persambungan sanad ia menekankan adanya informasi positif tentang periwayat bahwa mereka benar-benar bertemu atau minimal satu zaman dan dalam hal sifat atau tingkat keilmuan periwayat ia menekankan adanya kriteria paling tinggi. Dalam menyusun kitabnya ia memakai sistematika kitab shahih dan sunan yaitu dengan memakai istilah kitab dan bab. Secara umum kitab hadits karya imam al-Bukhari adalah kitab hadits yang paling shahih di antara kitab-kitab hadits yang ada sekarang ini, namun demikian tidak menutup kemungkinan adanya kritik terhdapnya.
















Imam Muslim

Nama lengkap Imam Muslim adalah Abu al-Husain Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim bin Kausyaz al-Qusyairi al-Naisaburi. Beliau dinisbatkan kepada Naisaburi karena dilahirkan di Naisabur, sebuah kota kecil di Iran bagian timur laut. Beliau juga dinisbatkan kepada nenk moyangnya atau kabilahnya yaitu Qusyair bin Ka'ab bin Rabi'ah bin Sa'sa'ah suatu keluarga bangsawan besar. Ia dilahirkan pada tahun 204 H = 820 M.
Imam Muslim belajar hadits mulai usia kurang lebih 12 tahun yaitu pada tahun 218 H= 833 M. sejak itulah beliau sangatt serius dalam mempelajari dan mencari hadits. Pada masanya beliau terkenal sebagai ulama yang gemar bepergian melawat ke berbagai daerah atau negara untuk mencari hadits. Beliau pernah pergi ke Hijaz, Irak, Syam, Mesir dan tempat-tempat lainnya. Beliau pernah ke kota Khurasan untuk belajar hadits kepada Yahya bin Yahya dan Ishaq bin Rahawaih dan lain-lain; ke Roy untuk belajar hadits kepada Muhammad bin Mahran, Abu Gassan dan lain-lain; ke Irak untuk belajar hadits kepada Ahmad bin Hanbal, Abdullah bin Maslamah, dan lain-lain; ke Hijaz untuk belajar hadits kepada Sa'id bin Mansur dan Abu Mus'ab; dan pernah ke Mesir untuk belajar hadits kepada Amr bin Sawad, Harmalah bin Yahya dan kepada para ahli lainnya. Ia pun pernah berkali-kali mengunjungi kota Baghdad dan berguru kepada sejumlah ulama hadits senior. Ketika Imam Bukhari datang ke kota ini pun, ia aktif sekali menghadiri majlisnya dan menimba banyak hadits dari al-Bukhari serta mengikuti jejaknya.
Selain yang telah disebutkan di atas, masih banyak lagi guru beliau misalnya Usman dan Abu Bakar, keduanya adalah putra Abu Syaibah, Syaiban bin Farwakh, Abu Kamil al-Juri, Zuhair bin Harb, Amr al-Naqib, Harun bin Sa'id al-Ayli, Qutaibah bin Sa'id, Qatadah bin Sa'id, al-Qa'nabi, Ismail bin Abi Uwais, Muhammad bin al-Musanna, Muhammad bin Yassar, Muhammad bin Rumhi dan lain-lain.
Para ulama pun banyak yang meiwayatkan hadits dari Muslim, bahkan di antaranya terdapat ulama-ulama besar yang sederajat dengannya atau kawan seangkatannya. Para ulama besar yang sederajat dengan beliau dan para hafidz yang banyak berguru kepadanya misalnya Abu Hatim al-Razi, Musa bin Harun, Ahmad bin Salamah, Yahya bin Sa'id, Abu Bakar ibnu Khuzaimah, Abu Awwanah al-Isfiraini, Abu Isa al-Tirmidzi, Abu Amr Ahmad bin al-Mubarak al-Mustamli, Abu al-Abbas Muhammad bin Ishaq bin al-Siraj dan lain-lainnya, jumlahnya sangat banyak.
Di antara sekian banyak muridnya, yang paling menonjol adalah Ibrahim bin Muhammad bin Sufyan, seorang ahli fiqh dan zahid, yang merupakan periwayat utama dalam shahih Muslim. Imam Muslim adalah seorang Muhaddits, hafidz yang terpercaya. Beliau banyak menerima pujian dan pengakuan dari para ulama hadits maupun ulama lainnya. Al-Khatib al-Baghdadi meriwayatkan dengan sanad lengkap, dari Ahmad bin Salamah, katanya:"Saya melihat Abu Zur'ah dan Abu Hatim senantiasa mengistimewakan dan mendahulukan Muslim bin al-Hajjaj di bidang pengetahuan hadits shahih atas guru-guru mereka pada masanya.
Imam Muslim adalah seorang saudagar yang beruntung, ramah dan memiliki reputasi tinggi. Al-Zahabi menjulukinya sebagai Muslim Naisabu. Beliau tidak fanatik dengan pendapatnya sendiri, murah senyum, toleran dan tidak gengsi untuk menerima pendapat atau kebenaran dari orang lain.
Beliau telah berhasil menyusun banyak karya, di antaranya kitab : al-Jami al-Shahih, al-Musnad al-Kabir ala al-Rijal, al-Jami al-Kabir, al-Asma wa al-Kuna, al-Ilal, Auham al-Muahdditsin, al-Tamyin, Man Laisa lahu Illa Rawin Wahid, al-Tabaqat al-Tabi'in, al-Mukhadramin, Awlad al-Sahabah, Intifa' bi Uhub (Julud) al-Siba, al-Aqran, Su'alatihi Ahmad bin Hanbal, al-Afrad wa al-Wihdan, Masyaikh al-Sauri, Masyaikh Syu'bah, Masyaikh Malik, al-Tabaqat, Afrad al-Syamiyin, al-Wuhdan, al-Sahih al-Musnad, Hadits Amr bin Syu'aib, Rijal Urwah, dan al-Tarikh.
Menurut laporan Ibrahim bin Muhammad bin Sufyan, Imam Muslim telah menyusun tiga kitab musnad, yaitu :
1. Musnad yang beliau bacakan kepada masyarakat adalah shahih
2. Musnad yang memuat hadits-hadits, meskipun dari periwayat yang lemah
3. Musnad yang memauat hadits-hadits, meskipun sebagian hadits itu berasal dari periwayat lemah.
Dari karya-karya tersebut sebagiannya ada yang telah dipublikasikan dan sebagiannya lagi masih dalam bentuk manuskrip yang bertebaran di berbagai perpustakaan. Dari segi kualitas, para ulama hadits umumnya menganggap bahwa al-Jami al-Shahih merupakan karya terbaik Imam Muslim.
Akhirnya, pada hari Ahad sore, dalam usia 55 tahun Imam Muslim wafat. Jenazahnya dimakamkan esok harinya, Senin 25 Rajab 261 H= 875 M di kampung Nasr Abad, salah satudaerah di luar Naisabur.










Ibn Syihab Al-Zuhri

Nama aslinya adalah Abu Bakr Muhammad bin Muslim bin Ubaidillah bin Abdullah bin Syihab bin Abdullah bin Al-Harits bin Zahrah al-Qurasyi al-Zuhri al-Madiniy. Ia tinggal di Syam, terkadang ia dipanggil al-Zuhri dan terkadang dipanggil Ibn Syihab (dinisbahkan kepada kakek buyutnya). Ia termasuk golongan tabi'in kecil (al-Shighar al-Tabi'in).
Al-Zuhri mendengar hadits dari Anas bin Malik, Sahl bin Sa'ad, Sa'ib bin Yazid, Syabib Abi Jamilah, Abdurrahman bin Azhar, Rabi'ah bin Atad, Mahmud bin al-Rabi, Abu Thufail, dan yang lainnya dari golongan shahabat sebagaimana ia mendengar dari Tabi'in besar. Selain itu orang-orang yang telah meriwayatkan hadits darinya yaitu banyak dari golongan tabi'in kecil dan tabi'in besar, tabi' tabi'in, serta guru-guru mereka. Para ulama bersepakat tentang keahlian dalam bidang haditsnya al-Zuhri, ia mempunyai hafalan hadits yang banyak, dan amanah dalam haditsnya. Persaksian para ahli hadits tentang al-Zuhri sangat beragam, di antaranya Amr bin Dinar yang mengatakan "aku tidak melihat orang yang lebih faham tentang hadits dari pada al-Zuhri." Ibrahim bin Sa'ad bin Ibrahim bin Abdurrahman bin Auf mengatakan "aku bertanya kepada bapakku,"dengan apa kau menilai al-Zuhri ?" ayahku menjawab,"ia (al-Zuhri) selalu mendatangi majlis ilmu dari arah depan dan tidak pernah dari arah belakang, tidak pernah terlewat seorang jama'ah pun baik kalangan remaja, pemuda, orang tua yang tidak bertanya kepada beliau." Al-Laits bin Sa'ad berkata,"aku tidak pernah melihat orang yang paling alim dari pada Ibn Syihab dan tidak ada yang lebih banyak dari dia." Al-Bukhari meriwayatkan dari Ali al-Madini,"al-Zuhri memiliki sekitar 2000 hadits." Ahmad bin al-Farat,"tidak ada yang paling dermawan dalam musnad dibandingkan Imam al-Zuhri."
Imam al-Zuhri diberikan kelebihan dalam hal hafalannya yang kuat sampai al-Bukhari pernah meriwayatkan dalam kitab Tarikhnya bahwa al-Zuhri bisa menghafal al-Qur'an dalam waktu 80 malam. Al-Zuhri berkata,"aku tidak pernah melewatkan hafalanku sedikitpun lalu aku meninggalkannya." Sa'ad bin Ibrahim berkata,"aku tidak pernah melihat seorang pun setelah Rasulullah SAW yang mengumpulkan hadits seperti apa yang telah dikumpulkan oleh al-Zuhri."
Al-Zuhri telah mengumpulkan hafalan haditsnya dalam tulisannya, karangannya sampai akhir masa hidupnya. Shalih bin Kaisan berkata,"aku pernah mencari ilmu dengan al-Zuhri." Ia (al-Zuhri) berkata,"mari kita menulis sunah-sunah, maka kami menulis seluruh yang datang dari Rasulullah SAW, kemudian ia berkata,"mari kita menulis apa yang datang dari Sahabat, maka ia menulis dan kami tidak menulis sampai beres."
Ibn Syihab adalah orang yang pertama menulis hadits dan mengumpulkannya dengan perantara perintah Umar bin Abdul Aziz pada masa kekhalifahannya. Dari seluruh ahli hadits Ibn Syihab lah sorang yang paling bagus dalam hafalan, keilmuan, dan dhabitnya di bandingkan dengan yang lain. Hisyam bin Abdul Malik pernah memintanya untuk menuliskan hadits buat anaknya sebanyak 400 hadits. Setelah beberapa bulan Hisyam menemuinya kembali dengan alasan tulisan hadits yang pernah ia berikan hilang dan meminta Ibn Syihab untuk menuliskannya kembali. Maka Ibn Syihab menuliskan hadits lagi persis seperti susunan hadits yang pertama tanpa terlewatklan satu huruf pun.
Al-Zuhri wafat pada tahun 124 H dan dimakamkan di Syam di sebuah tempat yang bernama Sya'bad.




























Umar bin Abdul Aziz

Nama lengkapnya adalah Abu Hafsh Umar bin Abdul Aziz bin Marwan bin al-Hakam bin Abi al-Ash bin Umayyah al-Qurasyi al-Umawiy, ia tergolong tabi'in yang agung, khalilfah yang bijak, pemimpin yang adil, dan seorang alim yang sempurna. Ia dilahirkan di Mesir di daerah Hilwan dan ayahnya it seorang pemimpin di sana, ia lahir pada tahun 61 H. ia telah mulai belajar dan menghafal al-Qur'an sejak kecil, ayahnya mengirimkan dia ke Madinah dengan tujuan untuk mendidiknya, mempelajari agama dan menghafal sunah-sunah. Ia mengikuti kepada Ubaidillah bin Abdullah bin Utbah. Tatkala ayahnya wafat, Abdul Malik bin Marwan memohonnya untuk pindah ke Damaskus dan menikahkannya dengan putri beliau yang bernama Fatimah. Ia menjadi wakil pemimpin kota pada masa kekhalifahan al Walid kemudian dia pergi ke Syam tahun 93 H dan dibaiat menjadi khalifah pada tahun 99 H.
Beliau telah mendengar hadits dari Anas bin Malik, Sa'ib bin Yazid, Yusuf bin Abdullah bin Salam, Khaulah binti Hakim dan yang lainnya dari golongan Shahabat dan Tabi'in seperti Ibnu al-Musayyab, Urwah, Abi Bakr bin Abdurrahman, al-Rabi' bin Sabrah, dan yang lainnya. Sedangkan orang yang telah meriwayatkan hadits darinya kebanyakan dari golongan Tabi'in Abu Salamah bin Abdurrahman, Abu Bakr bin Muhammad bin Ibnu Amr bin Hazm, al-Zuhri, Yahya al-Anshari, Muhammad bin al Mankadar, Humaid al-Thuwail dan yang lainnya.
Para ulama telah sepakat mengenai banyaknya ilmu yang ia miliki, keshalehannya, zuhud, wara, keadilannya, dan kesungguhannya dalam mengikuti sunnah-sunnah Rasulullah SAW dan khulafaur rasyidin. Umar bin Abdul Aziz banyak memperhatikan terhadap hadits-hadits Rasulullah SAW dalam hal hafalan dan pengumpulan sehingga ketika ia menjadi pemimpin, maka ia langsung memerintah para ulama untuk menulis hadits Rasulullah SAW seperti halnya ia telah memerintahkan para ulama untuk duduk berdiskusi mengenai hadits Rasul sehingga tidak ada kekhawatiran hadits Rasul hilang dengan banyaknya para tabi'in yang wafat, dan dia adalah khalifah pertama yang memerintahkan hal itu. Umar bin Abdul Aziz ini termasuk orang yang kuat, hafalannya bagus sebagimana yang telah dipersakasikan oleh para ulama sehingga ia bisa menyamai kelimuan yang dimiliki oleh al-Zuhri. Imam Miujahid berkata,"kami pernah mendatanginya untuk mengajari dia, tapi yang terjadi justeru ia yang mengajari kami, hal ini terus berlangsung sampai ia meninggal pada tahun 101 H.





Al-Raamahurmuzi

Nama lengkapnya adalah al-Hafidz al-Imam al-Bari' Abu Muhammad al-Hasan bin Abdurrahman bin Khalad al-Farisi al-Raamahurmuzi al-Qadhi, ia pemilik kitab "al-Muhaddits al-Faashil Baina al-Raawi wa al-Waa'ii Fii Ulum al-Hadits", ia mendengar hadits dari ayahnya, juga dari Muhammad bin Abdullah al Hadhramiy al Hafidz, al-Qaadhi Abu Hushain al-Waadi'ii, Muhammad bin Hibban al Maaziniy, Ubaid bin Ghanam al-Nakha'I, al-Hasan ibn al-Mutsanna al-'Anbariy, Muhammad bin Utsman bin Abi Syaibah, Yusuf bin Ya'kub al Qaadhi, Musa bin Harun, Abu Sa'id Abdullah bin al-Hasan al-Haraanii, Abu Khalifah al-Jamhii, Ja'far bin Muhammad al Faryaabi, Abdan bin Ahmad al-Ahwaazi, dan orang-orang yang setingkat dengan mereka. Pertama al-Raamahurmuzi mendengar hadits pada tahun 290 H. Sedangkan orang yang meriwayatkan hadits darinya adalah Abu al-Husain Muhammad bin Ahmad al-Shaidaawi dalam kitab Mu'jamnya, al-Hasan bin al-Laits al-Syairaazi al-Hafidz, Abu Bakr Ahmad bin Musa bin Mardiwah, al-Qaadhi Abu Abdullah Ahmad bin Ishaq al-Nahaawandii, dan sejumlah orang dari penduduk Persia. Al-Raamahurmuzi telah meletakkan al-Faashil dari karangannya dan kitab yang semisalnya. Ia termasuk salah satu imam dalam ilmu hadits dan orang yang menulis kitab dalam ilmu hadits, ia sampai menulis kurang lebih 350 karya, adapun Abu al-Qasim bin Mundah menyebutkan dalam kitabnya al-Wafyaat bahwa ia (al-Raamahurmuzi) hidup sampai mendekati tahun 390 H di kota Raamahurmuz, ia memberikan padaku satu hadits.
Telah menghkhabarkan pada kami Umar bin Abdul Mun'im, Abdul Shamad bin Muhammad al-Qaadhi pada tahun 106/107, Ali bin al-Muslim, Husain bin Muhammad al-Khatib, Muhammad bin Ahmad al Ghasaani, al-Hasan bin Abdurrahman al-Raamahurmuz, Ahmad bin Hamad bin Sufyan, Abdullah bin Hafsh al-Baraad, Yahya bin Maimun, Abu al-Asyhab al-'Athaaridii, al-Hasan dari Abi Ayub ra. Berkata, Rasul SAW telah bersabda padaku,"wahai Abu Ayub, aku akan menunjukkan padamu amal yang diridhai Allah Azza wa jalla, berbuat baiklah di antara manusia apabila mereka berbuat kerusakan, cintailah mereka jika mereka saling membenci." Menurutku hadits ini diterima di Baghdad yang juga ditinggalkan oleh al-Daaruqutni dan yang lainnya. Al-Raamahurmuzi wafat pada tahun 190 H , dan imam Abu Dawud telah mengeluarkan dalam kitab sunannya.






Daftar Pustaka

1. Muhammad Muhammad Abu Zahw, al-Hadits wa al-Muhadditsuun, Daar al-Fikr al-'Arabiy.

2. al-Imam Abu Abdullah Syamsuddin Muhammad al-Dzahabi, Tadzkiratul Huffadz (juz III), Daar ihyaa al-Turaats al-'Arabiy.

3. al-Imam al-Hafidz al-Syaikh Jalaluddin Abdurrahman bin Abi Bakr al-Sayuuthi, Thabaqaat al-Huffadz, Beirut : Daar el-Fikr al-Ilmiyah.

4. M.Al-Fatih Suryadilaga (ed.), Studi Kitab Hadits, Yogyakarta : Teras, cet. I, Oktober 2003.

5. M.M. Azami, Ph.D, Memahami Ilmu Hadits (terj.), Jakarta : Lentera, cet. III, April 2003.

6. Prof.Dr.H.Endang Soetari Ad, M.Si, Ilmu Hadits Kajian Riwayah dan Dirayah, Bandung : Mimbar Pustaka, cet. IV, Agustus 2005.

7. Ihsan Faisal, S.Th.I, Studi Komparatif Konsep Hadits Shahih Antara Al-Bukhari dengan Al-Hakim (Skripsi), Bandung, 2002.

memotivasi remaja masuk masjid

Memotivasi Remaja Masuk Masjid
Oleh : Ihsan Faisal BR, M.Ag

            •  •          

" Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, Maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk." (Al-Taubah : 18)

عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِى ص قَالَ : سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ فِى ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ اِلاَّ ظِلُّهُ : ....وَشَابٌ نَشَأَ فِى عِبَادَةِ رَبِّهِ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِى الْمَسَاجِدِ .... (البخارى، نسلم، الترمذى، النسائى، احمد، مالك .

"Dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW bersabda : ada tujuh golongan yang akan Allah lindungi pada hari yang tidak ada perlindungan kecuali perlindungannya: ….. pemuda yang semangat dalam beribadah kepada Allah SWT, seseorang yang hatinya selalu terikat dengan masjid….. (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa'I, Ahmad, Malik).

Sepuluh peran Masjid (Nabawi) pada zaman Nabi SAW :
1. Tempat ibadah (shalat, dzikr)
2. Tempat konsultasi dan komunikasi (masalah ekonomi, sosial, budaya)
3. Tempat pendidikan
4. Tempat santunan sosial
5. Tempat latihan militer dan persiapan alat-alatnya
6. tempat pengobatan para korban perang
7. Tempat perdamaian dan pengadilan sengketa
8. Aula dan tempat menerima tamu
9. Tempat menawan tahanan
10. Pusat penerangan atau pembelaan agama

Apabila masjid dituntut berfungsi membina umat, tentu sarana yang dimilikinya harus tepat, menyenangkan dan menarik untuk semua umat, baik dewasa, kanak-kanak, tua, muda, pria, wanita, yang terpelajar maupun tidak, sehat atau sakit, serta kaya dan miskin.



Kesimpulan dalam Muktamar Risalatul Masjid di Makkah 1975, masjid dikatakan berperan secara baik jika memiliki fasilitas :
a. Ruang shalat yang memenuhi syarat kesehatan
b. Ruang-ruang khusus wanita
c. Ruang pertemuan dan perpustakaan
d. Ruang poliklinik, memandikan & mengkafankan mayat
e. Ruang bermain, berolah raga dan berlatih bagi remaja (Quraish Shihab,Wawasan Qur'an :462-463)

Fungsi Masjid sesuai hasil Muktamar IV DMI tahun 1999 :
a. Masjid sebagai pusat ibadah
b. Masjid sebagai pusat pengembangan/pemberdayaan masyarakat
c. Masjid sebagai pembinaan persatuan umat

Memotivasi remaja agar masuk Masjid :
1. Berikan contoh (uswah hasanah / qudwah)
2. Pembinaan yang intensif
3. Memberi kepercayaan atau peran bagi remaja/pemuda masjid
4. Menyediakan wadah atau organisasi khusus remaja/pemuda masjid
5. Melakukan komunikasi dua arah (two ways comunication)
6. Menyediakan program yang variatif / menarik
7. Mengusahakan fasilitas yang mendukung kegiatan

nilai ikhlas dalam beramal

Nilai Ikhlas dalam Beramal
Oleh : Ihsan Faisal BR, M.Ag *)
Istilah "Ikhlas" secara bahasa memiliki arti : bersih, murni, jernih, terbebas, terlepas, ketulusan, kejujuran.
Secara istilah mempunyai pengertian : "Bersihnya amal / perbuatan dari segala penilaian selain dari Allah SWT."
Islam merupakan 'agama etika' (ethical religion) yaitu agama yang mengajarkan ajaran bahwa keselamatan manusia diperoleh melalui kegiatan atau amal perbuatan yang berbudi luhur dan tulus.
                         
"Katakanlah: Sesungguhnya Aku Ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa", barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya". (Al-Kahfi : 110)

Ibn Taymiyah : اَلْأِعْتِبَارُ فِى الْجَاهِلِيَّةِ بِالْأَنْسَابِ وَ الْإِعْتِبَارُ فِى الْإِسْلاَمِ بِالْأَعْمَالِ (penghargaan dalam ajaran Jahiliyah tergantung keturunan, sedangkan penghargaan dalam ajaran Islam tergantung amal).

Kata "Ikhlas" dan bentuk yang seakar dengannya dalam Al-Qur'an terulang sebanyak 30 kali.
            •     
"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus." (Al-Bayyinah : 5)
Fadhilah Ikhlas
1. Terkabulnya do'a
Kisah tiga orang yang terperangkap dalam gua dan bertawasul dengan amal shalehnya sehingga bisa keluar dari gua kembali. (lihat hadits dalam kitab Al-Lu'lu wa al-Marjan no. 1745)
2. Mendapat lindungan Allah di hari kiamat
Hadits tentang 7 golongan yang akan Allah lindungi pada hari kiamat, di antaranya :
رجل تصدّق أخفى حتّى لا تعلم شماله ما ينفق يمينه ( seseorang yang berinfaq dengan sembunyi-sembunyi seolah-olah tangan kirinya tidak mengetahui apa yang telah diinfakkan oleh tangan kanannya).
3. Diterimanya amal
QS. Al-Bayyinah : 5

Penyakit yang menodai keikhlasan dan bahayanya
 •     •       •        
"Janganlah sekali-kali kamu menyangka, hahwa orang-orang yang gembira dengan apa yang Telah mereka kerjakan dan mereka suka supaya dipuji terhadap perbuatan yang belum mereka kerjakan janganlah kamu menyangka bahwa mereka terlepas dari siksa, dan bagi mereka siksa yang pedih." (Ali Imran : 188)

حديث جندب. قال النبى ص : مّنْ سَمَّعَ سَمَّعَ اللَّهُ بِهِ ، وَمَنْ يُرَائِى يُرَائِى اللَّهُ بِهِ . (البخارى)
Jundub ra. Berkata: Nabi Saw. bersabda: "Siapa niatnya untuk didengar orang , maka Allah akan membuka kecurangannya itu di hari kiamat, dan siapa yang niat amalnya untuk dilihat orang, maka Allah akan memperlihatkan kecurangannya di hari kiamat." (Bab Tahrim al-Riya, al-Lu'lu wa al-Marjan, no. 1880)
اّلرِّيَاءُ يُحْبِطُ الْعَمَلَ كَمَا يُحْبِطُهُ الشِّرْكُ (الربيع)
"Riya menyia-nyiakan amal sebagaimana syirik menyia-nyiakannya." (HR.Arrabi')
إِنَّ الرِّيَاءَ الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ (أحمد والحاكم)
"Sesungguhnya riya adalah syirik yang kecil." (HR. Ahmad & Hakim)
لِلْمُرَائِى ثَلاَثُ عَلاَمَاتٍ : يَنْشَطُ إِذَاكَانَ مَعَ النَّاسِ وَيَكْسَلُ إِذَا كَانَ وَحْدَهُ ، وَيُحِبُّ اَنْ يُحْمَدَ فِى جَمِيْعِ أُمُوْرِهِ ، وَلِلْمُنَافِقِ ثَلاَثُ عَلاَمَاتٍ : إِذَا حَدَّثَ كَذَّبَ وَإِذَا وَعَدَ اَخْلَفَ وَإِذَاائْتُمِنَ خَانَ (ابن بابويه)
"Orang yang riya berciri tiga yakni apabila di hadapan orang dia giat tapi bila sendirian dia malas dan selalu ingin mendapat pujian dalam segala urusan. Sedangkan orang munafik ada tiga tanda yakni apabila berbicara bohong,bila berjanji tidak ditepati dan bila diamanati dia berkhianat." (HR.Ibn Babawih)
حُبُّ الثَّنَاءِ مِنَ النَّاسِ يُعْمِى وَيُصِيْمُ (الديلمى)
"Menyukai sanjungan dan pujian membuat orang buta dan tuli." (HR.Al-Dailami)

Solusi dari penyakit yang menodai Ikhlas
1. Mujahadah (bersungguh-sungguh dalam amal)
                 
"Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, Maka Allah dan rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang Telah kamu kerjakan." (Al-Taubah : 105)
2. Berdo'a dari penyakit riya, dan lain-lain
اَللَّهُمَّ طَهِّرْ قَلْبِى مِنَ النِّفَاقِ وَعِمَلِى مِنَ الرِّيَاءِ وَلِسَانِى مِنَ الْكَذِبِ وَعَيْنَيَّ مِنَ الْخِيَانَةِ ، فَإِنَّكَ تَعْلَمُ خَائِنَةَ الْأَعْيُنِ وَمَا تُخْفِى الصُّدُوْرِ .
"Ya Allah, bersihkanlah hatiku dari sifat nifak, amalku dari sifat riya dan lidahku dari sifat dusta, serta mataku dari khianat, karena sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui mata yang berkhaianat dan segala yang tersembunyi (dalam dada-dada)."
3. Niat beramal karena Allah SWT
مَنْ أَعْطَى لِلَّهِ تَعَالَى وَأَحَبَّ لِلَّهِ تَعَالَى وَأَبْغَضَ لِلَّهِ تَعَالَى وَ أَنْكَحَ لِلَّهِ تَعَالَى فَقَدِ اسْتَعْمَلَ اِيْمَانُهُ (أبوداود)
"Barangsiapa memberi karena Allah, menolak karena Allah, mencintai karena Allah, membenci karena Allah, dan menikah karena Allah, maka sempurnalah imannya." (HR. Abu Dawud)

pembagian dosa & maksiat

الْمَعَاصِى (pembagian dosa dan maksiat)
Oleh : Ihsan Faisal BR, M.Ag

1. اَالذُنُوْبُ تَرْكُ مَأْمُوْرٍ وَفِعْلُ مَحْظُوْرٍ (meninggalkan perintah dan melakukan yang dilarang)
Banyak orang yang beranggapan bahwa dosa itu hanyalah melakukan hal-hal yang dilarang (diharamkan), mereka lupa bahwa maksiat yang pertama kali terjadi bukanlah karena melakukan hal yang diharamkan tetapi meninggalkan sesuatu yang mesti dikerjakan, seperti maksiatnya iblis ketika Allah SWT memerintahkan supaya sujud kepada Nabi Adam As tetapi iblis menolak.
             
"Dan (Ingatlah) ketika kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah[36] kamu kepada Adam," Maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir." (Al-Baqarah : 34)

Maksiat yang kedua adalah melakukan hal yang dilarang (diharamkan), yaitu dosanya Nabi Adam As.
     •                                                
"Dan kami berfirman: "Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim. Lalu keduanya digelincirkan oleh syaitan dari surga itu dan dikeluarkan dari keadaan semula dan kami berfirman: "Turunlah kamu! sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan." Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, Maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang." (Al-Baqarah : 35-37)

Wajib bagi setiap muslim yang menginginkan dirinya selamat dari dosa untuk mengetahui semua perintah Allah SWT dan larangannya dengan bersungguh-sungguh mendalami Al-Qur'an dan Al-Sunnah.

2. اَلذُنُوْبُ الْجَوَارِحِ وَالذُنُوْبُ الْقُلُوْبِ (dosa-dosa anggota badan dan dosa-dosa hati)
Yang dimaksud dengan dosa anggota badan adalah dosa-dosa yang dilakukan oleh mata, telinga, lidah, tangam, kaki, faraj (kehormatan), perut, dan yang lainnya.
Yang dimaksud dengan dosa hati adalah dosa yang dilakukan oleh hati, seperti sombong, ujub, riya, hasud, benci, dan lain-lain. Al-Ghazali menamakannya dengan Al-Muhlikaat (hal-hal yang membinasakan).
Dosa-dosa hati lebih berbahaya dari pada dosanya anggota badan karena :
1. Hati adalah hakikat manusia, Rasul Saw bersabda : "Ketahuilah dalam jasad itu ada segumpal daging, apabila baik maka baiklah seluruh jasad dan apabila rusak maka rusaklah seluruh jasad itu. Ketahuilah segumpal daging itu adalah hati." (muttafaq 'alaih)
Rasul Saw : "Sesungguhnya Allah SWT tidak akan melihat jasad dan rupa kamu, tetapi ia akan melihat kepada hati dan amal kamu." (HR. Muslim)
Al-Qur'an menjelaskan bahwa yang dapat menyelamatkan manusia di akhirat adalah orang yang memiliki qalbun saliim (hati yang selamat). Lihat QS.Al-Syu'araa : 87-89.
                  
"Dan janganlah Engkau hinakan Aku pada hari mereka dibangkitkan, (yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih"

Ibnu Qayyim menjelaskan maksud qalbun salim : "yaitu yang selamat dari lima hal: selamat dari syirik yang merusak tauhid, selamat dari bid'ah yang menafikan sunnah, selamat dari syahwat yang menafikan perintah, selamat dari ghaflah (lalai) yang menafikan dzikir, selamat dari hawa nafsu yang menafian keikhlasan."
2. Dosa-dosa hati adalah yang mendorong kepada maksiat-maksiat yang dhahir. Semua maksiat yang dhahir pendorongnya adalah mengikuti hawa nafsu, cinta dunia, hasad, sombong, hubbud dunya, dan sebagainya.
3. Ancaman yang berat bagi maksiat hati sebagaimana sabda Rasul Saw: "tidak akan masuk surga orang yang dalam hatinya terdapat kesombongan (meskipun hanya) seberat biji sawi." (HR. Muslim)

3. اَلذُنُوْبُ الْمَعَاصِى وَ الْبِدَعِ (dosa-dosa berupa maksiat dan bid'ah)
Maksiat adalah pembangkangan terhadap aturan Allah SWT
Ibadah dalam Islam berdiri dalam dua asas yang sangat penting yaitu :
a. Tidak boleh beribadah kecuali kepada Allah SWT
b. Tidak boleh Ibadah kepada Allah SWT kecuali dengan yang telah Dia syari'atkan.

4. اَلذُّنُوْبُ الْقَاصِرَةِ وَالذُّنُوْبُ الْمَنْعَدِيَةِ (dosa-dosa terbatas dan menular)
Manfaat dari amal shalih ada yang terbatas bagi orang yang mengerjakannya saja seperti shalat, shaum, haji. Ada juga yang manfaatnya 'menular' bagi yang lain seperti zakat, shadaqah, dan yang lainnya.
Demikian juga maksiat ada yang dosanya terbatas bagi pelakunya sendiri ada juga yang 'menular' bagi yang lain.
a. Dosa yang menembus ruang/tempat ( الممتدّة فى المكان )
Dosanya para pelaku penyebar kebohongan, para pemimpin, penguasa, pemerintah yang dlalim, pelaku maksiat, dan sebagainya.
b. Dosa yang menembus batas waktu ( الممتدّة فى الزمان )
Sebagian ulama salaf berkata: "Alangkah bahagianya orang yang mati dan dosa-dosanya ikut mati bersamanya. Alangkah celaka bagi orang yang mati tetapi dosa-dosanya terus menerus dikerjakan setelah kematian."
Orang yang memulai pekerjaan yang jelek dan diikuti oleh yang lain, ia akan mendapatkan dosanya dan dosa-dosa orang yang mengikutinya (setelah kematiannya) sampai hari kiamat.
Rasul Saw bersabda: "Barang siapa yang membuat sunnah (memulai suatu pekerjaan) yang jelek ia akan mendapatkan dosa dan dosa-dosa dari orang yang megikutinya tanpa dikurangi sedikitpun dari dosa-dosa mereka sampai hari kiamat." (HR.Muslim)
Rasul Saw. bersabda: "Tidak ada satu jiwa pun yang dibunuh kecuali anak Adam yang pertama mendapatkan bagian dosa, karena dialah yang memulai pembunuhan." (HR.Bukhari)

5. اَلذُّنُوْبُ الْمُتَعَلِّقَةُ بِحُقُوْقِ اللَّهِ وَالْمُتَعَلِّقَةُ بِحُقُوْقِ الْعِبَادِ (Dosa yang berkaitan dengan hak-hak Allah SWT dan dosa-dosa yang berkaitan dengan hak-hak manusia)
Maksud dari point ini adalah melanggar segala perintah Allah yang berupa kewajiban manusia dan hak-hak antar sesama manusia baik berupa materi, lingkungan, sumber daya alam, kehormatan diri, dan lain-lain.
6. صَغَائِرُ الذُّنُوْبِ وَكَبَائِرُهَا ( dosa kecil dan dosa besar)
Sebagian ulama mendefinisikan dosa besar : "setiap dosa yang memiliki hukuman tertentu di dunia, seperti zina, mabuk, mencuri, menuduh zina, atau terdapat ancaman dengan hukuman akhirat seperti memakan harta anak yatim, membunuh."

Beberapa kaidah yang berkaitan dengan dosa besar dan dosa kecil :
a. اَلصَّغِيْرُتَجُرُّ اِلَى الْكَبِيْرَةِ (dosa kecil bisa membawa kepada dosa besar)
b. اِجْتِنَابُ الْكَبَائِرِ يُكْفَرُ الصَّغَائِرِ (menjauhi dosa besar akan menghapus dosa kecil)
c. اَلصَّغِيْرَةُ قَدْ تَكَبَّرُ بِأَسْبَابٍ وَمُلاَبَسَاتٍ (dosa kecil akan menjadi besar dengan beberapa sebab dan situasi serta kondisi)

Ada beberapa sebab yang menjadikan dosa kecil menjadi dosa besar yaitu :
a. اَلْإِصْرَارُ وَالْمُوَاظَبَةِ (terus menerus dan membiasakan)
Ada ungkapan yang sangat terkenal dari para ulama: "tidak ada dosa kecil kalau terus menerus dilakukan, dan tidak ada dosa besar kalau ia istighfar."

b. اِسْتِصْغَارُ الْمَعْصِيَّةِ (menganggap remeh maksiat)
Rasul Saw bersabda: "Orang mukmin melihat dosanya bagaikan gunung yang ada di atasnya,ia sangat takut gunung itu akan menimpanya, sedangkan orang munafiq ia memandang dosanya bagaikan lalat yang hinggap di hidungnya yang mudah untuk diusirnya." (HR. Bukhari)

c. اَلتَّهَا
d. وُنُ بِسَتْرِ اللَّهِ عَلَيْهِ (terperdaya dengan perlindungan Allah SWT kepadanya)
Saat ia melakukan dosa dan orang lain tidak mengetahuinya ia merasa bahwa ia mendapatkan pertolongan dari Allah SWT.

d. إِظْهَارُ الْمَعْصِيَّةِ وَالتَّبَجُّحِ بِهَا (menampakkan maksiat dan berbangga hati dengannya)
Setelah ia berbuat maksiat ia menceritakan kepada orang lain dengan penuh kebanggaan, sehingga mendorong orang lain untuk melakukan perbuatan yang sama.

e. مَعْصِيَّةُ الْعَالِمِ وَالْقُدْوَةِ (maksiatnya orang yang berilmu dan orang yang menjadi panutan)

bahayanya tergesa-gesa (isti'jal)

Tergesa-gesa
Oleh : Ihsan Faisal BR, M.Ag

         
"Dan manusia mendoa untuk kejahatan sebagaimana ia mendoa untuk kebaikan. dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa." (QS.Al-Israa : 11)

Fenomena dunia ingin serba cepat dan praktis. Dalam bahasa Arab disebut Isti'jal. Hal ini merasuk ke dalam kehidupan rumah tangga seperti suami yang ingin segera mentalaq istrinya atau istri yang ingin menggugat cerai suaminya. Selain itu juga dalam ekonomi rumah tangga yang menghadapi kemiskinan / kekurangan, orang ingin cepat kaya dengan cara korupsi, maksiat dan sebagainya. Sampai menginginkan keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah pun ingin dengan segera padahal harus melalui proses.
Ibn Katsir : Isti'jal dalam berdo'a keburukan timbul dari kegelisahan, frustasi hidup, dan lain-lain.
Rasul Saw : "jangan kamu mendo'akan keburukan atas dirimu dan hartamu, khawatir berbarengan dengan waktu mustajab sehingga Allah SWT mengabulkan do'amu pada saat itu."

Sebab-sebab Isti'jal :

1. Dorongan jiwa
         
"Manusia Telah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa. kelak akan Aku perIihatkan kepadamu tanda-tanda azab-Ku. Maka janganlah kamu minta kepada-Ku mendatangkannya dengan segera." (QS. Al-Anbiya : 37)

2. Gangguan Syetan
Sabda Rasul Saw : العجلة من الشيطان (sifat ketergesa-gesaan itu bersumber dari syetan)

3. Kurang Iman dan pemahaman agama

4. Pengaruh lingkungan yang rusak
Rasul Saw: "Seseorang itu tergantung kualitas agama teman akrabnya. Maka, hendaknya engkau memperhatikan siapa teman akrabnya." (HR. Abu Dawud)

5. Lalai pada hukum alam semesta
Alam semesta ini mengajarkan Sunnatullah (hukum Allah) bahwa segala sesuatu itu membutuhkan proses/tahapan. Seperti proses penciptaan langit, janin di rahim, dan sebagainya. Walaupun demikian, Allah Maha Kuasa untuk menjadikan apa pun sekaligus dengan firman-Nya : كن فيكون

Terapi Isti'jal :
1. Merenung dampak negatif dari isti'jal
2. Interaksi dengan Al-Qur'an
3. Sungguh-sungguh dalam mujahadatun nafs
4. Banyak membaca sirah Nabawiyah & kisah-kisah orang sukses
5. Berteman dengan orang Shalih
6. Berdo'a pada Allah agar dilindungi dari godaan syetan

predikat umat Islam

Predikat Ummat Islam
Oleh : Ihsan Faisal BR, M.Ag

Menurut KBBI, 'Ummat' bermakna : 1) para penganut atau pengikut suatu agama, 2) makhluk manusia.
Kata 'ummat' diambil dari kata أَمَّ يَؤُمُّ (amma-yaummu) yang berarti menuju, menumpu, dan meneladani. Dari akar kata yang sama lahir kata 'um' yang berarti ibu dan 'imam' yang artinya pemimpin; karena keduanya menjadi teladan, tumpuan pandangan , dan harapan anggota masyarakat.
Istilah 'ummat' dalam bentuk tunggal (mufrad) di Al-Qur'an terulang sebanyak 52 kali, dan mempunyai makna antara lain : kelompok, agama (tauhid), waktu yang panjang, kaum, pemimpin, generasi lalu, umat Islam, orang-orang kafir, dan manusia seluruhnya, bangsa, negara (Ad-Damighani). Benang merah yang menghubungkan makna-makna di atas adalah 'himpunan.'
Dalam Al-Qur'an, ummat Islam disebutkan oleh Allah dengan istilah-istilah sebagai berikut :
1. Ummat Pertengahan ( أُمَّةً وَسَطًا )
  •     ••                                       ••   
"Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia."

Wasath berarti segala yang baik sesuai dengan objeknya. Sesuatu yang baik berada pada posisi di antara dua ekstrim. Keberanian adalah pertengahan sifat ceroboh dan takut. Kedermawanan merupakan pertengahan antara boros dan kikir. Kesucian merupakan pertengahan antara kedurhakaan karena dorongan nafsu yang menggebu dan impotensi. Dari kata ini munculnya istilah wasit (penengah yang berada antara dua kubu yang berlawanan).

2. Ummat yang Satu ( أُمَّةً وَاحِدَةً ), Al-Anbiya : 92
•  • •     
"Sesungguhnya (agama Tauhid) ini adalah agama kamu semua; agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku."
Al-Maaidah : 48;
    •                    
"….Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu."

Ayat-ayat lain yang sama antara lain : Al-Baqarah:213, Yunus:19, Hud:118, Al-Nahl:93, Al-Mu'minuun:52, Al-Syuuraa:8, Al-Zukhruuf:33.

3. Sebaik-baik Ummat ( خَيْرُ أُمَّةٍ ), Ali Imraan : 110;
  •  ••                     
"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik."

4. Ummat yang Jujur ( أُمَّةٌ قَائِمَةٌ ), Ali Imraan : 113;
       •         
"Mereka itu tidak sama; di antara ahli Kitab itu ada golongan yang berlaku lurus, mereka membaca ayat-ayat Allah pada beberapa waktu di malam hari, sedang mereka juga bersujud (shalat)."

5. Ummat yang Jujur & Taat (أُمَّةٌ مُقْتَصِدَةٌ ), Al-Maaidah : 66;
 •                 •        
"Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat dan Injil dan (Al Quran) yang diturunkan kepada mereka dari Tuhannya, niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas dan dari bawah kaki mereka. diantara mereka ada golongan yang pertengahan. dan alangkah buruknya apa yang dikerjakan oleh kebanyakan mereka."

6. Ummat yang berserah diri (أُمَّةً مُسْلِمَةً ), Al-Baqarah : 128;
      •        •    
"Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) diantara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang."

Mensyukuri Ni'mat Allah SWT

Mensyukuri Ni'mat Allah SWT
Oleh : Ihsan Faisal BR, M.Ag *)

Kata "Syukur" dalam KBBI berarti : 1) rasa terima kasih kepada Allah, 2) untunglah (menyatakan lega, senang, dan sebagainya).

Kata "syukur" dalam al-Qur'an diulang sebanyak 64 kali dalam berbagai bentuk/variannya. Ahmad Ibnu Faris dalam bukunya Maqâyis al-Lughah mengartikan syukur dalam empat makna :
1. Pujian karena adanya kebaikan yang diperoleh
2. Kepenuhan dan kelebatan
3. Sesuatu yang tumbuh di tangkai pohon (parasit)
4. Pernikahan, atau alat kelamin.

Ar-Râgib al-Ièfahânî mengartikan syukur berarti "gambaran dalam benak tentang ni'mat dan menampakkannya ke permukaan." Syakara" (membuka) lawannya "kafara" (menutup).

Syukur mencakup tiga hal :
a. Syukur dengan hati, yaitu kepuasan batin atas anugerah
b. Syukur dengan lidah, dengan mengakui anugerah dan memuji pemberinya
c. Syukur dengan perbuatan, dengan memanfaatkan anugerah yang diperoleh sesuai dengan tujuan penganugerahannya.

Ni'mat-ni'mat Allah SWT yang eksplisit dalam Al-Qur'an :

1. Kehidupan dan kematian, QS. Al-Baqarah : 28 ;

كَيْفَ تَكْفُرُونَ بِاللَّهِ وَكُنْتُمْ أَمْوَاتًا فَأَحْيَاكُمْ ثُمَّ يُمِيتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيكُمْ ثُمَّ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ

"Bagaimana kamu mengkufuri (tidak mensyukuri ni'mat) Allah, padahal tadinya kamu tiada, lalu kamu dihidupkan, kemudian kamu dimatikan, lalu dihidupkan kembali."

2. Hidayah Allah, QS. Al-Baqarah : 185 ;
....وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

"….Hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur."

3. Pengampunan-Nya, QS. Al-Baqarah : 52 ;
ثُمَّ عَفَوْنَا عَنْكُمْ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

"Kemudian setelah itu Kami maafkan kesalahanmu agar kamu bersyukur."

4. Panca indera dan akal, QS. Al-Nahl : 78 ;

وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

"Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati supaya kamu bersyukur."

5. Rezeki, QS. Al-Anfal : 26 ;
....وَرَزَقَكُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

"…..Dan diberinya rezeki yang baik-baik agar kamu bersyukur."

6. Sarana dan Prasarana (Sumber Daya Alam), QS. Al-Nahl : 14 ;

وَهُوَ الَّذِي سَخَّرَ الْبَحْرَ لِتَأْكُلُوا مِنْهُ لَحْمًا طَرِيًّا وَتَسْتَخْرِجُوا مِنْهُ حِلْيَةً تَلْبَسُونَهَا وَتَرَى الْفُلْكَ مَوَاخِرَ فِيهِ وَلِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

"Dan Dialah (Allah) yang menundukkan lautan (untukmu) agar kamu dapat memakan daging (ikan) yang segar darinya, dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai, dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur."

7. Kemerdekaan , QS. Al-Mâidah : 20 ;

وَإِذْ قَالَ مُوسَى لِقَوْمِهِ يَا قَوْمِ اذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ جَعَلَ فِيكُمْ أَنْبِيَاءَ وَجَعَلَكُمْ مُلُوكًا وَآَتَاكُمْ مَا لَمْ يُؤْتِ أَحَدًا مِنَ الْعَالَمِينَ

"Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya, "Hai kaumku, ingatlah ni'mat Allah atas kamu ketika Dia mengangkat nabi-nabi di antaramu, dan dijadikannya kamu orang-orang yang merdeka (bebas dari penindasan Fir'aun)."

Allah memperingatkan kita supaya tidak melupakan ni'mat-Nya dalam QS. Al-Rahmân sampai 31 kali dengan kalimat :
فَبِأَيِّ آَلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ ؟
"Maka ni'mat Tuhanmu yang manakah yang kamu ingkari ?"

wasiat Rasul untuk para wanita

Wasiat-wasiat Rasulullah Saw. untuk para wanita
Oleh : Ihsan Faisal, M.Ag

1. Seruan supaya selamat dari api neraka

عَنْ أَبِى سَعِيْدٍ رع قَالَ: خَرَجَ رَسُوْلُ اللَّهِ ص. فِى أَضْحَى اَوْ فِطْرٍ إِلَى الْمُصَلَّى فَمَرَّ عَلَى النِّسَاءِ فَقَالَ : يَامَعْشَرَالنِّسَاءِ تَصَدَّقْنَ فَإِنِّى أُرِيْتُكُنَّ أَكْثَرَ أَهْلِ النَّارِ .
وَفِى رِوَايَةٍ : تَصَدَّقْنَ وَأَكْثِرْنَ الْإسْتِغْفَارَ. فَقُلْنَ : وَبِمَ يَارَسُوْلَ اللَّهِ ؟ قَالَ : تُكْثِرْنَ اللَّعْنَ وَتَكْفُرْنَ الْعَشِيْرَ مَارَأَيْتُ مِنْ نَاقِصَاتِ عَقْلٍ وَدِيْنٍ أَذْهَبَ لِلُبِّ الرَّجُلِ الْحَازِمِ مِنْ اِحْدَاكُنَّ . (البخارى)
Dari Abi Said ra. Berkata: pada suatu hari raya Idul Adha atau Idul Fitri Rasulullah saw keluar rumah menuju tempat shalat. Beliau lewat ke tempat wanita shalat dan di situ bersabda: “wahai kaum wanita! Bershadaqahlah kalian, karena telah diperlihatkan kepadaku bahwa …. Penghuni neraka terbanyak itu adalah wanita. Dan dalam suatu riwayat lain: “Bershadaqahlah kalian dan perbanyaklah istighfar. Maka mereka bertanya: Apa sebabnya ya Rasulullah ? Beliau menjawab : karena kalian banyak mencerca orang dan kufur terhadap suami. Aku tidak melihat di antara orang yang kurang akal dan agamanya, yang lebih merusakkan hati laki-laki yang cermat (teguh) selain dari kamu sekalian.” (HR. Bukhari)

2. Hati-hati dari dosa kecil

عَنْ عَائِشَةَ رع. قَالَتْ: قَالَ لِى رَسُوْلُ اللَّهِ ص. : يَاعَائِشَةَ إِيَّاكِ وَمُحْتَقَرَاتِ الاَعْمَالِ. وَفِى لَفْظٍ: الذُّنُوْبِ فَإِنَّ لَهَا مِنَ اللَّهِ طَالِبًا . (ابن ماجه)
Dari Aisyah ra, berkata: Rasulullah saw. bersabda kepadaku: “Ya Aisyah! Jauhilah olehmu (suka) meremehkan amal-amal. Dan dalam lafadz lain: “Meremehkan dosa-dosa kecil, karena dosa-dosa itu akan dituntut (diminta pertanggung jawaban) di sisi Allah. (HR.Ibn Majah)

3. Taqwa adalah bekal terbaik, sedangkan kasih sayang perhiasan segala urusan

عَنْ عَائِشَةَ رع. قَالَتْ: قَالَ لِى رَسُوْلُ اللَّهِ ص.:عَلَيْكِ بِتَقْوَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَالرِّفْقِ فَإِنَّ الرِّفْقَ لَمْ يَكُنْ فِى شَيْئٍ قَطُّ إِلاَّ زَانَهُ وَلاَيُنْزَعُ مِنْ شَيْئٍ إِلاَّ شَانَهُ . (احمد)
Dari Aisyah ra, berkata : Rasulullah saw. bersabda kepadaku: Ya Aisyah! Hendaklah engkau bertaqwa kepada Allah swt, dan hendaklah engkau punya rasa belas kasih, karena kasih sayang itu tidak akan ada dalam sesuatu melainkan ia akan menghiasinya, dan tidaklah ia tercabut dari sesuatu kecuali akan menghancurkannya. (HR. Ahmad)

4. Keutamaan sabar dalam menghadapi cobaan

عَنْ أُمِّ الْعَلاَءِ قَالَتْ،عَادَنِى رَسُوْلُ اللَّهِ ص.وَاَنَامَرِيْضَةٌ فَقَالَ:أَبْشِرِيْ يَاأُمِّ الْعُلاَءِ فَإِنَّ مَرِضَ الْمَسْلِمِ يُذْهِبُ اللَّهُ بِهِ خَطَايَاهُ كَمَا تُذْهِبُ النَّارُ خَبَثَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ. (أبوداود)
Dari Ummul ‘Ula ra, berkata: Rasulullah saw. mengjengukku ketika aku sakit, maka beliau bersabda: “Bergembiralah wahai Ummul ‘Ula ! karena jika seseorang muslim sakit, Allah akan menghapus dosa-dosanya dengan sebab sakit itu sebagaimana api menghilangkan kotoran emas dan perak . (HR. Abu Daud)

5. Wasiat Rasul saw. untuk para wanita tentang sebab-sebab masuk surga

عَنْ أَبِىهُرَيْرَةَ رع. قَالَ:قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ ص.:إِذَاصّلَّيْتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَاوَصَامَتْ شَهْرَهَاوَحَصِنَتْ فَرْجَهَا وَأَطَاعَتْ بَعْلَهَا دَخَلَتْ مِنْ اَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شَاءَتْ. (الطبرانى)
Dari Abu Hurairah ra, berkata: Telah bersabda Rasulullah saw. : “apabila seorang perempuan mendirikan shalat lima waktu, mengerjakan shaum (ramadhan) sebulan, memelihara kehormatan, dan taat kepada suaminya, ia akan masuk surga dari pintu mana saja ia suka. (HR.Thabrani)

6. Wasiat Rasul kepada Ibu-ibu kaum Muslimin

عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِيْنَ قَالَتْ: قَالَ رُسُوْلُ اللَّهِ ص.: اَسْرَعُكُنَّ لَحَاقًابِى اَطْوَلُكُنَّ يَدًا، قَالَتْ: فَكُنَّ يَتَطَاوَلْنَ أَيَّتُهُنَّ أَطْوَلُ يَدًا. قَالَتْ: فَكَانَ أَطْوَلَنَايَدًا زَيْنَبُ لِأَنَّهَا كَانَتْ تَعْمَلُ بِيَدِهَاوَتَصَدَّقَ. (البخارى)
Dari Aisyah ummil Mu’minin ra, ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: yang paling cepat menyusulku (meninggal) adalah yang paling panjang tangannya.” Aisyah berkata lagi : Maka mereka mengukur tangan mereka, siapa di antara mereka yang paling panjang tangannya. Lanjut Aisyah: Maka ternyata Zainab yang paling panjang tangannya, karena ia bekerja dengan tangannya sendiri kemudian ia menyedekahkan (hasil pekerjaannya itu). (HR. Bukhari)

7. Jangan berlebih-lebihan dalam agama

عَنْ عَائِشَةَ رع. أَنَّ الْحَوْلاَءَ بِنْتَ تُوَيْتٍ مَرَّتْ بِهَاوَعِنْدَهَا رَسُوْلُ اللَّهِ ص. فَقُلْتُ: هَذِهِ الْحَوْلاَءُ بِنْتُ تُوَيْتٍ وَزَعَمُوْا أَنَّهَا لاَتَنَامُ اللَّيْلَ فَقَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ : لاَتَنَامُ اللَّيْلَ ! خُذُوْامِنَ الْعَمَلِ مَاتُطِيْقُوْنَ فَوَ اللَّهِ لاَيَسْأَمُ اللَّهُ حَتَّى تَسْأَمُوْا. (احمد)
Dari Aisyah ra, : sesungguhnya Haula binti Tuwait lewat ke hadapan Aisyah, sementara di sampingnya ada Rasulullah saw. aku berkata : Inilah Haula binti Tuwait. Dan mereka mengira bahwasanya ia (Haula) tidak bisa tidur semalaman. Rasulullah saw. bersabda : (sepertinya) ia tidak bisa tidur tadi malam! Ambillah oleh kalian dari pekerjaan yang kalian mampu/kuat, demi Allah ! Allah tidak akan pernah bosan sehingga kalian merasa bosan. (Ahmad)

8. Suamimu; surgamu dan nerakamu

عَنِ الْحُصَيْنِ بْنِ مَحْصَنٍ أَنَّ عَمَّةَ لَهُ أَتَتْ النَّبِيَّ ص. فِى حَاجَةٍ فَفَرَغَتْ مِنْ حَاجَتِهَا فَقَالَ لَهَاالنَّبِيُّ ص.: أَذَاتَ زَوْجٍ أَنْتِ؟ قَالَتْ:نَعَمْ ،قَالَ:كَيْفَ أَنْتِ مِنْهُ ؟ قَالَتْ: مَااَلُوْهُ إِلاَّ مَاعَجِزْتُ عَنْهُ، قَالَ: فَانْظُرِى أَيْنَ أَنْتِ مَنْهُ فَإِنَّمَاهُوَ جَنَّتُكِ وَنَارُكِ . (احمد)
Dari al Hushaini bin Mahshan ra, sesungguhnya bibinya (Hushain) pernah dating ke rumah Nabi saw. untuk menyampaikan suatu keperluan. Maka setelah menyampaikan keperluannya, Nabi saw bertanya kepadanya: Apakah engkau punya suami ? ia menjawab: Ya! Nabi bertanya lagi : Bagaimana sikapmu kepadanya ? Ia menjawab: aku tidak pernah melalaikannya kecuali apa yang aku tidak kuat. Sabda Nabi saw. : lihatlah/perhatikan kembali di mana kedudukanmu darinya, karena sesungguhnya dia (suami) itu bisa jadi surga dan nerakamu. (HR. Ahmad)

9. Marilah segera bertaubat

قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ ص. لَعَائِشَةَ رع.: إِنْ كُنْتِ اَلْمَمْتِ بِذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرِ اللَّهَ وَتُوْبِى إِلَيْهِ فَإِنَّ الْعَبْدَ إِذَا اعْتَرَفَ بِذَنْبِهِ ثُمَّ تَابَ إِلَى اللَّهِ تَابَ اللَّهُ عَلَيْهِ . (البخارى)
Rasulullah saw. bersabda kepada Aisyah ra: jika engkau melakukan suatu dosa, maka segera mohon ampun kepada Allah dan bertaubat kepada Nya, karena sesungguhnya seorang hamba apabila ia mengetahui dosanya kemudian ia mohon ampunan kepada Allah, pasti Allah akan mengampuninya. (HR. Bukhari)



*) disampaikan dalam Pengajian Ramadhan Majelis Ta’lim Ibu-ibu Nurul Falah

do'a Ibadah haji

Do’a Ibadah Haji
Oleh : Ihsan Faisal, M.Ag

Do'a Wukuf
ASTAGFIRULLOOHAL 'ADHIIM ALLADZII LAA ILAAHA ILLAA HUWAL HAYYUL QOYYUUM WA ATUUBU ILAIIH

Do'a Ketika Sampai di Muzdalifah
ALLOOHUMMA INNA HAADZIHII MUZDALIFATU JUMI'AT FIIHAA ALSINATUN NAS-ALUKA HAWAAIJA MUTANAWWI'ATAN FAJ'ALNII MIMMAN DA'AAKA FASTAJABTA LAHUU WATAWAKKAL 'ALAIKA FAKAFAITAHUU YAA ARHAMAR ROOHIMIIN

Do'a Ketika Sampai di Mina
ALLOOHUMMA HAADZAA MINAA FAMNUN 'ALAYYA BIMAA MANANTA BIHII 'ALAA AULIYAA-IKA WA AHLI THOO'ATIKA

Do'a Melontar Jumroh
BISMILAAHI ALLOOHU AKBAR ROJMAN LISSYAYAATIINI WA RIDHON LIRROHMAANI. ALLOOHUMMAJ'ALHU HAJJAN MABRUURON WA SA'YAN MASYKUURON

Do'a Masuk Masjidil Haram
ALLOOHUMMA ANTASSALAAM WA MINKAS SALAAM WA ILAIKA YA'UUDUSSALAAM FAHAYYINAA ROBBANAA BISSALAAM WA ADKHILNAL JANNATA DAAROSSALAAM TABAAROKTA ROBBANAA WA TA'AALAITA YAA DZAL JALAALI WAL IKROOM. ALLOOHUMMAFTAH LII ABWAABA ROHMATIKA, BISMILLAAHI WALHAMDULILLAAHI WAS SHOLAATU WASSALAAMU 'ALAA ROSUULILLAH

Do'a Ketika Melihat Ka'bah
ALLOOHUMMA ZID HAADZAL BAITA TASYRIIFAN WA TA'DHIIMAN WA TAKRIIMAN WA MAHAABATAN WAZID MAN SYARROFAHU WA 'ADDHOMAHU WA KARROMAHU MIMMAN HAJJAHU AWI'TAMAROHU TASYRIIFAN WA TA'DHIIMAN WA TAKRIIMAN WA BIRRON

Do'a Thawaf
SUBHAANALLOH WALHAMDULILLAAH WALAA ILAAHA ILLALLOOH WALLOOHU AKBAR WALAA HAULA WALAA QUWWATA ILLAA BILLAAHIL 'ALIYYIL 'ADHIIM

Do'a di Antara Rukun Yamani dan Hajar Aswad
ROBBANAA AATINAA FID DUNYAA HASANAH WAFIL AAKHIROTI HASANAH WAQINAA 'ADZAABANNAAR WA ADKHILNAL JANNATA MA'AL ABROORI YA 'AZIIZU YAA GOFFAAR YAA ROBBAL 'AALAMIIN

Do'a Setelah Shalat Sunat Thawaf di Maqam Ibrahim setelah Munajat di Multazam
ALLOOHUMMA INNAKA TA'LAMU SIRRII WA 'ALAA NIYATII FAQBAL MA'DZIROTII WA TA'LAMU HAAJATII FA'THINII SU-AALII WA TA'LAMU MAA FII NAFSII FAGFIRLII DZUNUUBII

Do'a Sewaktu Minum Air Zamzam
ALLOOHUMMA INNII AS-ALUKA 'ILMAN NAAFI'AN WA RIZQON WAASI'AN WA SYIFAA-AN MIN KULLI DAA-IN WASAQOMIN BIROHMATIKA YAA ARHAMARROOHIMIIN

Do'a Ketika di Bukit Shafa dan Marwah
INNASSOFAA WAL MARWATA MIN SYA'AA'IRILLAH FAMAN HAJJAL BAITA AWI'TAMARO FALAA JUNAAHA 'ALAIHI AYYATTHOWWAFA BIHIMAA WAMAN TATOWWA'A KHOIRON FA-INNALLOOHA SYAAKIRUN 'ALIIM

Do'a di Antara Dua Pilar Hijau
ROBBIGFIR WARHAM WA'FU WATAKARROM WATAJAAWAZ 'AMMAA TA'LAMU INNAKA TA'LAMU MAA LAA NA'LAMU, INNAKA ANTALLOOHUL A'AZZUL AKROM

mengurai benang kusut prostitusi

Mengurai Benang Kusut Prostitusi
Oleh : Ihsan Faisal, M.Ag

Pendahuluan
Pada akhir bulan April 2007, di Kota Bandung terjadi sebuah proses sejarah yang akan terkenang mungkin sepanjang sejarah bagi seluruh warga kota (pada umumnya) atau bagi pihak-pihak yang bersangkutan (pada khususnya). Peristiwa tersebut adalah ditutupnya lokalisasi Prostitusi yang sudah eksis sejak puluhan tahun yang lalu bahkan sudah menjadi icon tersendiri bagi predikat kota kembang. Lokalisasi tersebut bernama Saritem, terletak di Jl. Gardujati dan telah menjadi daerah transit bagi para pemuja nafsu syahwat dan pelaku bisnis ‘nikmat sesaat.’ Saritem merupakan refresentasi daerah lokalisasi yang sebenarnya merupakan fenomena gunung es di Indonesia.
Prostitusi (baca:pelacuran) merupakan satu sisi perilaku manusia yang menurut mayoritas masyarakat sebagai tindakan a moral / tidak beradab di kalangan manusia secara normal. Akan tetapi perbuatan ini dijadikan salah satu alternatif kehidupan (life style) dengan motivasi yang berbeda-beda, karena faktor ekonomi, sosial, dan sebagainya.

Akar masalah
Masyarakat modern yang serba kompleks, sebagai produk dari kemajuan teknologi, mekanisasi, industrialisasi dan urbanisasi memunculkan banyak masalah sosial. Maka adaptasi atau penyesuaian diri terhadap masyarakat modern yang hyper kompleks itu menjadi tidak mudah. Kesulitan mengadakan adaptasi dan adjustment menyebabkan kebingungan kecemasan dan konflik-konflik, baik yang terbuka dan eksternal sifatnya, maupun yang tersembunyi dan internal, sehingga banyak orang mengembangkan pola tingkah laku menyimpang dari norma-norma umum, atau berbuat semau sendiri tanpa mempedulikan gangguan kerugian yang berdampak pada orang lain. Masalah-masalah sosial tersebut dalam sosiologi disebut sebagai pathologi sosial.
Pathologi sosial ialah ilmu tentang gejala-gejala sosial yang dianggap “sakit” disebabkan oleh faktor-faktor sosial,. Disebut juga ilmu tentang “penyakit masyarakat.” Maka penyakit masyarakat/sosial itu adalah segenap tingkah laku manusia yang dianggap tidak sesuai, melanggar norma-norma umum dan adat istiadat, atau tidak terintegrasi dengan tingkah laku umum. Jelaslah, bahwa adat istiadat dan kebudayaan itu mempunyai nilai pengontrol dan nilai sanksional terhadap tingkah laku anggota masyarakatnya. Maka tingkah laku yang dianggap sebagai tidak cocok, melanggar norma dan adat istiadat, atau tidak terintegrasi dengan tingkah laku umum, dianggap sebagai “masalah sosial.”
Orang yang dianggap kompeten menilai tingkah laku orang lain sebagai pathologi itu antara lain: pejabat, polisi, pengacara, haki, dokter, rahaniawan, dan ilmuwan di bidang sosial. Sekalipun mereka adakalanya membuat kekeliruan dalam membuat analisa penilaian terhadap gejala sosial, namun mereka itu pada umumnya dianggap mempunyai peranan menentukan dalam memastikan baik-buruknya pola tingkah laku masyarakat.
Faktor-faktor penyebab adanya masalah sosial di atas di antaranya adalah politik, religius, dan sosial budaya, di samping juga faktor ekonomi. Mengenai hal ini, kaum interaksionis dengan “teori interaksionalnya” menyatakan, bahwa bermacam-macam faktor tadi bekerja sama, saling mempengaruhi dan saling berkaitan satu sama lain; sehingga terjadi, “interplay” yang dinamis, dan bisa mempengaruhi tingkah laku manusia. Kemudian terjadi perubahan tingkah laku dan perubahan sosial, sekaligus mungkin timbul perkembangan yang tidak imbang dalam kebudayaan, disharmoni atau ketidak selarasan ketidakmampuan penyesuaian diri, konflik-konflik, dan tidak adanya konsensus. Maka muncullah banyak disorganisasi, disintegrasi, dan penyimpangan tingkah laku atau perilaku pathologis.
Pandangan psikologis dan psikiatris menyebutkan sebab-sebab tingkah laku pathologis dari aspek sosialnya, sehingga orang melanggar norma-norma sosial yang ada. Antara lain disebut faktor-faktor: intelegensi, ciri-ciri kepribadian, motivasi-motivasi, sikap hidup yang keliru dan internalisasi diri yang salah. Juga konflik-konflik emosional dan kecenderungan ‘psikoptahologis’ yang ada di balik tingkah laku menyimpang secara sosial itu. Para sosiolog dengan teori sosiologisnya berpendapat, bahwa penyebab dari tingkah laku sosiophatis itu adalah murni sosiologis atau sosio-psikologis.
Tingkah laku sosiophatis itu ditampilkan dalam bentuk: penyimpangan tingkah laku, struktur-struktur sosial yang menyimpang, kelompok-kelompok deviasi; peranan-peranan sosial status dan interaksi simbolis yang keliru,. Jadi, mereka menekankan fakor-faktor cultural dan social yang sangat mempengaruhi struktur organisasi social, peranan, status, partisipasi social dan pendefinisian diri sendiri.
Deviasi atau penyimpangan tingkah laku itu sifatnya bisa tunggal; misalnya hanya kriminil saja dan tidak alkoholik atau pecandu bahan-bahan narkotik. Namun juga bisa jamak sifatnya; misalnya seorang wanita tuna susila sekaligus kriminil. Jadi ada kombinasi dari beberapa tingkah laku menyimpang. Deviasi dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu :
a. individu-individu dengan tingkah laku yang menjadi “masalah” (merugikan dan destruktif) bagi orang lain, akan tetapi tidak merugikan diri sendiri.
b. Individu-individu dengan tingkah laku menyimpang yang menjadi “masalah” bagi diri sendiri, akan tetapi tidak merugikan orang lain
c. Individu-individu dengan deviasi tingkah laku yang menjadi “masalah” bagi diri sendiri dan bagi orang lain.
Sehubungan dengan lingkungan sosio cultural, deviasi tingkah laku dapat dibedakan menjadi : deviasi individual, deviasi situasional, dan deviasi sistematik. Termasuk ke dalam deviasi situsasional adalah masalah prostitusi/pelacuran. Deviasi situasional disebabkan olehpengaruh bermacam-macam kekuatan situasional/social di luar individu, atau pengaruh situasi di mana pribadi yang bersangkutan menjadi bagian integral di dalamnya. Situasi tersebut memberikan pengaruh yang memaksa, sehingga individu tersebut terpaksa harus melanggar peraturan dan norma-norma umum atau hukum formal. Seorang Wanita Tuna Susila (WTS) melakukan pelacuran karena perasaan tidak puas terhadap pekerjaan yang lalu, karena upahnya tidak mencukupi untuk membeli perhiasan dan pakaian yang diinginkannya.

Selayang pandang tentang Prostitusi (pelacuran)
Pelacuran atau prostitusi merupakan salah satu bentuk penyakit masyarakat, yang harus dihentikan penyebarannya, tanpa mengabaikan usaha pencegahan dan perbaikannya. Pelacuran itu berasal dari bahasa latin pro-stituere atau pro-stauree, yang berarti membiarkan diri berbuat zina, melakukan persundalan, percabulan. Sedang prostitute adalah pelacur atau sundal. Dikenal pula dengan istilah Wanita Tuna Susila.
Profesor W.A. Bonger dalam tulisannya “Maatschap pelijke Oorzaken der Prostitutie” menulis definisi sebagai berikut: Prostitusi adalah gejala kemasyarakatan di mana wanita menjual diri melakukan perbuatan-perbuatan seksual sebagai mata pencaharian. Dalam definisi ini jelas dinyatakan adanya peristiwa penjualan diri sebagai “profesi”atau mata pencaharian sehari-hari, dengan jalan melakukan relasi-relasi seksual.
Sarjana P.J. de Bruine Van Amstel menyatakan sebagai berikut: Prostitusi adalah penyerahan diri dari wanita kepada banyak laki-laki dengan pembayaran.
Kartini Kartono mendefinisikan prostitusi sebagai bentuk penyimpangan seksual, dengan pola-pola organisasi impuls/dorongan seks yang tidak wajar dan tidak terintegrasi, dalam bentuk pelampiasan nafsu-nafsu seks tanap kendali dengan banyak orang (promiskuitas), disertai eksploitasi dan komersialisasi seks, yang impersonal tanpa afeksi sifatnya. Dengan kata lain pelacuran merupakan peristiwa penjualan diri dengan jalan memperjualbelikan badan, kehormatan dan kepribadian kepada banyak orang untuk memuaskan nafsu nafsu seks, dengan imbalan pembayaran.
Kategori pelacuran antara lain: pergundikan, tante girang atau loose married woman, gadis-gadis penggilan, gadis bar atau B-girls, gadis-gadis juvenile delinquat, gadis-gadis binal atau free girls, gadis-gadis taxi-girls, penggali emas atau gold-diggers, hostess atau pramuria.
Dari segi ciri khas pelacur ini mempunyai beberapa tanda : a. wanita atau gigolo, b. cantik,ayu,rupawan,manis,atraktif menarik baik wajah maupun tubuhnya, c. masih muda, d. pakaiannya sangat menyolok, e. menggunakan teknik seksual yang magnetis, f.bersifat sangat mobil, g. berasal dari strata ekonomi dan strata sosial rendah, h. rata-rata memiliki intelek yang normal.
Ada beberapa peristiwa sosial penyebab timbulnya pelacuran, antara lain :
1. Tidak adanya undang-undang yang melarang pelacuran, juga tidak ada larangan terhadap orang yang melakukan relasi seks di luar pernikahan
2. adanya dorongan manusia untuk menyalurkan kebutuhan seks, khususnya di luar ikatan perkawinan
3. komersialisasi dari seks oleh beberapa pihak yang sengaja mengambil keuntungan
4. dekadensi moral
5. semakin besarnya penghinaan orang terhadap martabat kaum wanita dan harkat manusia
6. kebudayaan eksploitasi terhadap pihak perempuan
7. ekonomi berdasarkan hukum permintaan dan penawaran
8. peperangan dan masa-masa kacau dalam suatu negeri
9. pembangunan dengan mengkonsentrasikan pada pihak laki-laki
10. perkembangan kota dan arus urbanisasi
11. bertemunya macam-macam kebudayaan asing dengan kebudayaan setempat.

Selain itu ada juga motif yang melatarbelakangi adanya pelacuran, di antaranya sebagai berikut :
a. kecenderungan untuk menghindarkan diri dari kesulitan hidup dan mendapatkan kesenangan melalui “jalan pendek.”
b. Adanya nafsu seks yang abnormal
c. Tekanan ekonomi, seperti kemiskinan
d. Aspirasi kesenangan dunia/materi yang terlampau tinggi di kalangan wanita
e. Kompensasi terhadap perasaan-perasaan inferior
f. Rasa ingin tahu para remaja wanita terhadap masalah seks sehingga rela terjerumus dalam dunia pelacuran
g. Pemberontakan anak gadis terhadap orang tua mereka yang terlalu menekan/membatasi
h. Suka melakukan relasi seks jauh sebelum perkawinan
i. Bujuk rayu kaum lelaki dengan segala mimpi-mimpi manisnya, dll

Sebagai akibat dari terjadinya pelacuran akan memunculkan beberapa kejadian seperti hal berikut :
a. Menimbulkan dan menyebarluaskan penyakit kelamin dan kulit
b. Merusak sendi-sendi kehidupan keluarga
c. Mendemoralisir atau memberikan pengaruh demoralisasi kepada lingkungan
d. Berkorelasi dengan kriminalitas dan kecanduan bahan-bahan narkotika
e. Merusak sendi-sendi moral, susila, hukum dan agama
f. Adanya pengeksploitasian manusia datu oleh manusia yang lainnya
g. Bisa menyebabkan adanya disfungsi seksual
Dari segi aktifitasnya, pelacuran dibagi kepada dua bagian :
- Prostitusi terdaftar yaitu pelakunya diawasi oleh bagian vice control dari kepolisian yang dibantu dan bekerja sama dengan bagian social dan kesehatan
- Prostitusi tidak terdaftar yaitu mereka yang melakukan prostitusi secara gelap dan liar, baik secara perorangan maupun kelompok.

Mengaca pada realita
Seperti telah disinggung di awal bahwa fenomena prostitusi –baik yang terdaftar ataupun tidak- telah menjadi semacam fenomena gunung es. Berbagai bentuk sebab dan alasan menghiasi setiap tindakan yang kontra dengan budaya ini. Seperti contoh dalam fakta berikut :
Di sebuah kecamatan bernama Kroya Kab. Indramayu Jawa Barat ada fenomena ketika murid Sekolah Dasar Negeri Sukamelang 3 akan menghadapi ujian kelulusan bukannya disibukkan dengan tambahan pelajaran yang lebih intensif, malahan mereka “cuti sekolah” hanya untuk membantu keluarganya dalam hal ekonomi untuk menambah biaya hidup. Hanya usaha yang mereka lakukan bukanlah dengan jualan makanan, barang, atau sejenisnya, tapi mereka rela dijadikan pelayan-pelayan dalam bidang ‘esek-esek’ di kota-kota besar. Dengan dalih para orang tua mereka telah diberi semacam ‘uang muka’ berkisar antara 2,5 juta sampai 6 juta sebagai tanda jadi dan berhak membawa puteri-puteri mereka dibawa untuk dieksploitasi. Lebih ironi lagi seandainya kita tahu bahwa ternyata yang menjadi broker-krokernya ada di antaranya yang menjadi Kepala Desa, masyarakat biasa, atau bahkan gurunya pun ikut terlibat.
Lain halnya dengan kisah cerita sedih dari Jeane seorang pelacur dari Indramayu, dia terpaksa ikut terjun dalam dunia itu karena rasa sakit hati terhadap mantan pacarnya yang telah rela meninggalkannya dan menikah lagi dengan wanita lain sembari dia telah merabut keperawanan Jeane. Dia menjadi patah arang bahkan hampir prustasi, sebagai pelampiasan hidupnya ia rela menerjunkan diri menjadi PSK untuk mengurangi rasa sakitnya pada sang mantan pacar. Dalam hati kecilnya Jeane menangis dan ingin segera mengakhiri ‘karir’nya di dunia hitam tersebut, bahkan ia sempat bermimpi menjadi istri seorang ustadz.
Motivasi yang lain selain alasan di atas adalah dunia tersebut dijadikan sebagai PSK yang profesional . Sehingga ia luput dari kenyataan hukum halal haram, selain itu sebagian PSK ada yang terjun karena niatan membantu orang tuanya yang semakin membaik, dan sebagainya.

Sebuah Solusi
Dalam hal ini ada dua jenis besar yang dapat dilakukan yaitu dengan usaha preventif dan refresif/kuratif. Usaha preventif tentunya dimaksudkan untuk kegiatan mencegah terjadinya pelacuran. Usaha tersebut antara lain :
1. Penyempurnaan perundang-undangan mengenai larangan atau pengaturan penyelenggaraan pelacuran
2. Intensifikasi pemberian pendidikan keagamaan dan kerohanian untuk memperkuat keimanan terhadap nilai-nilai religius dan norma kesusilaan
3. Menciptakan bermacam-macam kesibukan dan kesempatan rekreasi bagi anak-anak puber dan adolesen untuk menyalurkan kelebihan energinya
4. Memperluas lapangan kerja bagi kaum wanita disesuaikan dengan kodrat dan bakatnya
5. Penyelenggaraan pendidikan seks dan pemahaman nilai perkawinan dalam kehidupan keluarga
6. Pembentukan badan atau team koordinasi dari semua usaha penanggulangan pelacuran, yang dilakukan oleh beberapa instansi
7. Penyitaan terhadap buku-buku atau majalah-majalah cabul forno, film Biru, dll
8. Meningkatkan kesejahteraan rakyat pada umumnya.

Sedang usaha refresif/kuratif dimaksudkan untuk menekan (menghapuskan, menindas) dan usaha menyembuhkan para wanita dari ke-Tuna susilaannya. Di antara usaha tersebut adalah :
1. Melalui lokalisaso yang sering ditafsirkan sebagai legalisasi orang melakukan control yang ketat
2. Melalui aktivitas rehabilitasi dan resosialisasi agar mereka bisa dikembalikan sebagai warga masyarakat yang susila
3. Penyempurnaan tempat-tempat penampungan bagi wanita tuna susila yang terkena razia disertai pembinaan sesuai minat dan bakat masing-masing
4. Pemberian suntikan dan pengobatan interval waktu yang tetap untuk menjamin kesehatan para prostitute dan lingkungannya
5. Menyediakan lapangan kerja baru bagi mereka yang bersedia meninggalkan dunia pelacuran
6. Mengadakan pendekatan kepada pihak keluarga pelacur agar mereka mau menerima kembali wanita-wanita tuna susila tersebut untuk mengawali babak baru kehidupan mereka
7. Mencarikan pasangan hidup yang permanent untuk membawa mereka ke jalan yang benar
8. Mengikutsertakan ex WTS dalam program Trasmigrasi pemerintah di tanah air untuk pemerataan penduduk dan membuka lapangan kerja baru.


Sumber :
* Dra. Kartini Kartono, Pathologi Sosial, Jilid I, Jakarta: CV.Rajawali, cet I Maret 1981
* Selisik, HU. Pikiran Rakyat, Senin, 29 Januari 2007

hadits tentang Ilmu Pengetahuan & Kebodohan

Ilmu Pengetahuan dan Kebodohan (bag.I)
Oleh : Ihsan Faisal, M.Ag
1. تَعَلَّمُوْاالْعِلْمَ ، فّإِنَّ تَعَلُّمُهُ قُرْبَةٌ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ ، وَتَعْلِيْمَهُ لِمَن ْ لاَ يَعْلَمُهُ صَدَقَةٌ ، وَإِنَّ الْعِلْمَ لَيَنْزِلُ بِصَاحِبِهِ فِى مَوْضِعِ الشَّرَفِ وَالرِّفْعَةِ ، وَالْعِلْمُ زَيْنٌ لِأَهْلِهِ فِى الدُّنْيَا وَالأَخِرَةِ . (الربيع)
“Tuntutlah ilmu,sesungguhnya menuntut ilmu adalah pendekatan diri kepada Allah Azza wajalla, dan mengajarkannya kepada orang yang tidak mengetahuinya adalah sodaqoh. Sesungguhnya ilmu pengetahuan menempatkan orangnya dalam kedudukan terhormat dan mulia (tinggi). Ilmu pengetahuan adalah keindahan bagi ahlinya di dunia dan di akhirat.” (HR. Ar-Rabii’)

2. يَا أَبَاذَرٍّ ، لَأَنْ تَغْدَوْا فَتُعَلِّمَ اَيَةً مِنْ كِتَابِ اللَّهِ خَيْرٌ لَّكَ مِنْ اَنْ تُصَلِّيَ مِائَةَ رَكْعَةٍ ، وَلَأَنْ تَغْدُوْا فَتُعَلِّمَ بَابًا مِنَ الْعِلْمِ عُمِلَ بِهِ اَوْ لَمْ يُعْمَلْ ، خَيْرٌ مِنْ اَنْ تُصَلِّيَ أَلْفَ رَكْعَةٍ . (ابن ماجة)
“Wahai Aba Dzar, kamu pergi mengajarkan ayat dari Kitabullah telah baik bagimu dari pada shalat (sunnah) seratus rakaat, dan pergi mengajarkan satu bab ilmu pengetahuan baik dilaksanakan atau tidak, itu lebih baik dari pada shalat seribu rakaat.” (HR. Ibn Majah)
3. تَعَلَّمُوْا الْعِلْمَ وَتَعَلَّمُوْا لِلْعِلْمِ السَّكِيْنَةَ وِالْوَقَارَ وَتَوَاضَعُوْا لِمَنْ تَعَلَّمُوْنَ مِنْهُ . (الطبرانى)
“Tuntutlah ilmu dan belajarlah (untuk ilmu) ketenangan dan kehormatan diri, dan bersikaplah rendah hati kepada orang yang mengajar kamu.” (HR. Al-Thabrani)
4. لاَ تَعَلَّمَوْ ا الْعِلْمَ لِتُبَاهُوْا بِهِ الْعُلَمَاءَ ، وَلاَ لِتُمَارُوْا بِهِ السُّفَهَاءَ وَلاَ تَجْتَرِثُوْابِهِ فِى الْمَجَالِسِ اَوْ لِتَصْرِفُوْا وُجُوْهَ النَّاسِ إِلَيْكُمْ ، فَمَنْ فَعَلَ ذَالِكَ فَالنَّارَ فَالنَّارَ . (الترمذى وابن ماجة)
“Janganlah kalian menuntut ilmu untuk membanggakannya terhadap para ulama dan untuk diperdebatkan di kalangan orang-orang bodoh dan buruk perangainya. Jangan pula menuntut ilmu untuk penampilan dalam mejelis (pertemuan atau rapat) dan untuk menarik perhatian orang-orang kepadamu. Barangsiapa seperti itu maka baginya neraka…neraka. (HR. Al-Tirmidzi dan Ibn Majah)
5. مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا ، سَهَّلَ اللَّهُ بِهِ طِرِيْقًا إِلَى الْجَنَّةِ . (أبو داود)
“Barangsiapa merintis jalan mencari ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke surge.” (HR. Muslim)
6. مُجَالَسَةُ الْعُلَمَاءِ عِبَادَةٌ . (الديلمى )
“Duduk bersama para Ulama adalah ibadah.” (HR. Al-Dailami)
7. إِذَا مَرَرْتُمْ بِرِيَاضِ الْجَنَّةِ فَارْتَعُوْا ، قَالُوْا : يَارَسُوْلَ اللَّهِ ، وَمَا رِيَاضُ الْجَنَّةِ ؟ قَالَ : مَجَالِسُ الْعِلْمِ . (الطبرانى)
“Apabila kamu melewati taman-taman surge, minumlah hingga puas. Para sahabat bertanya,”Ya Rasulullah, apa yang dimaksud taman-taman surga itu?” Nabi SAW menjawab,”majelis-majelis ta’lim.” (HR. Al-Thabrani)
8. مَنْ سُئِلَ عَنْ عِلْمٍ فَكَتَمَهُ جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مُلْجَمًا بِلِجَامٍ مِنْ نَارٍ . (أبو داود)
“Barangsiapa ditanya tentang suatu ilmu lalu dirahasiakannya maka dia akan dating pada hari kiamat dengan kendali (di mulutnya) dari api neraka.” (HR. Abu Dawud)
9. اَلْعَالِمُ إِذَا أَرَادَ بِعِلْمِهِ وَجْهَ اللَّهِ تَعَالَى هَابَهُ كَلُّ شَيْئٍ ، وَاِذَا اَرَادَ أَنْ يَكْنِزَ بِهِ الْكُنُوْزَ هَابَ مِنْ كُلِّ شَيْئٍ . (الديلمى)
“Seorang alim apabila menghendaki dengan ilmunya keridhoan Allah maka ia akan ditakuti oleh segalanya, dan jika dia bermaksud untuk menumpuk harta maka dia akan takut dari segala sesuatu.” (HR. Al-Dailami)


Ilmu Pengetahuan dan Kebodohan (bag.II)
Oleh : Ihsan Faisal, M.Ag
10 . إِنِّى أَخَافُ عَلَى اُمَّتِيْ أَعْمَالاً ثَلاَثَةً : زَلَّةُ عَالِمٍ ، وَحُكْمُ جَائِرٍ ، وَهَوًى مُتَّبَعٌ . ( الشهاب)
“Yang aku takuti terhadap umatku ada tiga perbuatan, yaitu kesalahan seorang ulama, hokum yang zalim, dan hawa nafsu yang diperturutkan.” (as-Syihaab)
11 . إِنَّ مِنْ أَشَدِّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ القِيَامَةِ عَالِمٌ لَمْ يَنْفَعْهُ اللَّهُ بِعِلْمِهِ . ( البيهقي )
“Orang yang paling pedih siksaannya pada hari kiamat ialah seorang alim yang Allah menjadikan ilmunya tidak bermanfaat.” (al-Baihaqy)
12. إِذَا رَأَيْتَ الْعَالِمَ يُخَالِطُ السُلْطَانَ مُخَالَطَةً كَثِيْرَةً ، فَاعْلَمْ بِأَنَّهُ لِصٌّ . ( الديلمى )
“Apabila kamu melihat seorang ulama bergaul erat dengan penguasa maka ketauhilah bahwa dia adalah pencuri.” (al-Daylami)
13. اَلْعَالِمُ بِغَيْرِ عَمَلٍ كَالْمِصْبَاحِ يَحْرِقُ نَفْسَهُ . ( الديلمى )
“Seorang ulama yang tanpa amalan seperti lampu membakar dirinya sendiri (berarti amal perbuatan harus sesuai dengan ajaran-ajarannya) (al-Daylami)
14. إِنَّ مِنْ إِجْلاَلِ اللَّهِ ، إِكْرِامَ الْعِلْمِ وَ الْعُلَمَاءِ ، وَذِى الشَّيْبَةِ الْمُسْلِمِ ، وَإِكْرَامَ حَمَلَةَ الْقُرْاَنِ وَ أَهْلِهِ ، وَ إِكْرَامَ السُّلْطَانِ الْمُقْسِطِ . ( ابوداود والطوسى )
“Termasuk mengagungkan Allah ialah mengormati (memuliakan) ilmu, para ulama, orang tua yang muslim dan para pengemban Al-Qur’an dan ahlinya, serta penguasa yang adil (Abu Dawud, dan al-Thusiy)
15. اِنَّ اللَّهَ لاَيَقْبِضُ الْعِلْمَ اَنْتِزَاعًا يَنْتَزْعُهُ مِنَ النَّاسِ ، وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ ، حَتَّى اِذَا لَمْ يَتْرُكْ عَالِمًا ، اِتَّخَذَ النَّاسُ رُؤَسَاءَ جُهَّالاً ، فَسُئِلُوْا فَأَفْتَوْ بِغَيْرِ عِلْمٍ ، فَضَلُّوْا وَ اَضَلُّوْا . ( متفق عليه )
“Sesungguhnya Allah tidak menahan ilmu dari manusia dengan cara merenggut tetapi dengan mewafatkan para ulama sehingga tidak tersisa seorang alim. Dengan demikian orang-orang mengangkat pemimpin-pemimpin yang dungu lalu ditanya dan dia diberi fatwa tanpa ilmu pengetahuan. Mereka sesat dan menyesatkan (Bukhari , Muslim)
16. قَلِيْلُ الْعِلْمِ خَيْرٌ مِنْ كَثِيْرِ الْعِبَادَةِ ، وَكَفَى بِالْمَرْءِ فِقْهًا إِذَا عَبَدَ اللَّهَ وَكَفَى بِالْمَرْءِ جَهْلاً إِذَا أُعْجِبَ بِرَأْيِهِ . ( الطبرانى )
“Sedikit ilmu itu lebih baik dari banyak ibadah, cukup bagi seorang pengetahuan fiqihnya jika dia mampu beribadah kepada Allah (dengan baik) dan cukup bodoh bila seorang merasa bangga (ujub) dengan pendapatnya sendiri.” (Al-Thabraniy)
17. تَجَاوَزُوْا عَنْ ذَنْبِ السَّخِيِّ وَزَلَّةِ الْعَالِمِ وَسَطْوَةِ السُّلْطَانِ الْعَادِلِ ، فَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى اَخِذٌ بِيَدِهِمْ كُلَّمَا عَثَرَعَاشِرٌ مِنْهُمْ . ( البخارى )
“Maafkanlah dosa orang yang murah hati, kekeliruan seorang ulama dan tindakan seorang penguasa yang adil. Sesungguhnya Allah Ta’ala membimbing mereka apabila ada yang tergelincir.” (Bukhari)
18. تَنَاصَحُوْا فِى الْعِلْمِ ، وَلاَ يَكْتُمْ بَعْضُكُمْ بَعْضُا ، فَإِنَّ خِيَانَةً فِى الْعِلْمِ أَشَدُّ مِنْ خِيَانَةٍ فِى الْمَالِ . ( ابو نعيم )
“Saling berlakulah jujur dalam ilmu dan jangan saling merahasiannya. Sesungguhnya berkhianat dalam ilmu pengetahuan lebih berat hukumannya dari pada berkhianat dalam harta.” (Abu Nu’aim

metamorfosis rumah tangga

Metamorfosis Rumah Tangga
Oleh : Ihsan Faisal, M.Ag

Setiap rumah tangga yang sah secara syar’i akan diawali dengan institusi pernikahan yang sakral. Ikatan pernikahan yang super sakral itu direfresentasikan melalui ucapan akad nikah (ijab-qabul) antara wali dengan calon pengantin pria. Keluarnya lafadl ijab-qabul dari mulut kedua belah pihak (wali & pria) sekaligus memunculkan sejumlah konsekuensi hukum antara suami-isteri. Dari akad tersebut, masing-masing mengemban hak dan kewajiban yang proporsional. Ada kewajiban yang mesti dipenuhi sang suami pada isterinya sekaligus menjadi hak isteri serta ada hak yang mesti diterima suami sekaligus menjadi kewajiban sang isteri.
Proses kehidupan rumah tangga bisa diqiyaskan dengan proses pertumbuhan / perkembangan manusia. Pada usia-usia awal kehidupan, seorang bayi tidak tahu & tidak mampu apa-apa, ia hanya bisa menangis dan menangis jika menginginkan sesuatu. Setelah merangkak usia dini (batita/balita) ia mulai belajar bicara, berjalan, berinteraksi dengan lingkungan, dan sebagainya (ingat masa golden age anak). Menginjak masa kanak-kanak/anak-anak, banyak dimanfaatkan untuk bermain, belajar, bereksplorasi, bereksperimen, sebagai refleksi untuk mencari potensi dirinya. Masa remaja / pemuda sebagai moment emas kehidupan. Pada saat itu sedang munculnya potensi fisik dan perasaan (emosi) dalam ritme kehidupan sebagai modal menuju masa dewasa. Pada saat dewasa itulah sering diistilahkan dengan masa kematangan sosok manusia menjelang masa tua yang sering diidentikkan dengan fase lemah, pikun (seolah kembali ke masa kanak-kanak).
Begitupun dengan perkembangan umur kehidupan rumah tangga, pada usia awal pernikahan, rata-rata pasangan suami-isteri merasakan proses adaptasi dua kepribadian yang sedianya belum saling mengenal kemudian disatukan. Bagai anak yang sedang belajar berjalan akan mengalami jatuh bangun (dalam istilah sunda disebut lelengkah halu). Namun, itu adalah proses pembelajaran untuk lebih bisa berjalan dengan lancar. Teman saya pernah mengatakan, usia pernikahan di bawah lima tahun masih dianggap labil dan mulai bisa relatif stabil jika sudah melalui usia lima tahun ke atas.
Penulis mendapat pelajaran hidup dari proses belajar ‘berjalan’ nya anak sendiri ketika berumur satu tahun dari mulai tengkurap, merangkak, merambat sampai bisa bejalan. Demikianlah mungkin proses rumah tangga pun akan berlangsung.
Menginjak usia remaja pernikahan, sepertinya bagai bunga yang mulai mekar, mulai menampakkan warna-warni nya yang indah dan menghembuskan semerbak wewangian yang alami. Pada saat ini digambarkan rumah tangga yang sedang mengalami kemesraan istimewa, melihat anak-anak yang mulai tumbuh besar & perekonomian keluarga mulai stabil (pada umumnya).
Selepas itu rumah tangga akan menginjak usia dewasa, usia kematangan bagi kehidupan rumah tangga. Masing-masing anggota keluarga sudah menampakkan eksistensinya sendiri-sendiri dan mendekati kematangan. Orang sering mengistilahkan dengan ‘usia perak perkawinan’ / 25 tahun (walupun dalam Islam tidak terdapat term itu). Masa pernikahan selanjutnya adalah kedewasaan rumah tangga. Hal ini diilustrasikan seperti orang lanjut usia yang sudah makan asam garam kehidupan rumah tangga. Usia pernikahan pun sudah mencapai usia emas / 50 tahun. Namun pada usia dewasa rumah tangga ini bukan berarti tanpa cobaan dan ujian, keduanya akan datang dengan semakin berat dan kompleks bahkan tidak sedikit yang mengalami kehancuran rumah tangga. Kita berharap kondisi “husnul khatimah” rumah tangga lah yang kita cita-citakan. Mudah-mudahan, Aamien.

ibadah qurban; refleksi ke-Kinian & ke-Disinian

Ibadah Qurban ; Refleksi ke-Kinian dan ke-Disinian
Oleh : Ihsan Faisal, M.Ag *)

Secara lughawi / bahasa, ‘qurban’ berasal dari kata: qarraba-yuqarribu-qurbaanan yang artinya mendekatkan. Menurut istilah, qurban bermakna sembelihan hewan qurban yang dilakukan pada momen Iedul Adha, baik hari nahr (10 Dzulhijjah) atau pun hari tasyrik (11-13 Dzulhijjah). Kajian fiqh membahas bahwa qurban itu ditentukan waktunya, jenis sembelihan, distribusi, dan sebagainya. Dari hal tersebut terkesan rigid/kaku namun tidak menjadi masalah karena merupakan konsekuensi ke-Islaman kita.
Nilai historis Qurban
Ibadah qurban merupakan salah satu ibadah ritual dan sekaligus sosial yang sudah mnyejarah dalam kehidupan manusia bahkan sejak zaman Nabi Adam as. Dahulu. Alkisah, putera-putera Nabi Adam as. diuji amal pengurbanannya dengan dua fenomena hasil yang berbeda; Habil yang sukses dengan pengurbanan maksimalnya, sedangkan Qabil tidak diterima Tuhan hanya karena pengurbanannya asal-asalan (tidak maksimal). “Dan ceritakanlah (Muhammad) yang sebenarnya kepada mereka tentang kisah kedua putra Adam (Habil & Qabil), ketika keduanya mempersembahkan qurban, maka (qurban) salah seorang dari mereka berdua (Habil) diterima dan dari yang lain (Qabil) tidak diterima. Ia (Qabil) berkata,”sungguh, aku pasti membunuhmu !” Dia (Habil) berkata”sesungguhnya Allah hanya menerima (amal) dari orang-orang yang bertaqwa.” (QS. Al Maidah : 27).
Bukti historis yang kedua ditampilkan oleh sosok Ibrahim as. dengan nilai substantif yang sama dari pengurbanan yaitu ujian dari Allah swt. Ketika itu Ibrahim as. diperintahkan untuk menyembelih putra yang dinantikannya sekaligus disayanginya yaitu Ismail as. hanya melalui mimpi belaka. Dengan ketaatan mutlak sang Khalilullah Ibrahim dan kesalehan anaknya Ismail, perintah yang super berat itu mereka laksnakan. Tapi Allah sungguh adil, Dia menggantikan sosok Ismail yang akan diqurbankan dengan seekor domba (qibasy) yang besar. “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata,”Wahai anakku! sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanbagaimana pendapatmu !” Ia (Ismail) menjawab,” Wahai ayahku! lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu, Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” Maka Tatkala keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim) membaringkan anaknya atas pelipisnya, (untuk melaksanakan perintah Allah). Lalu Kami panggil ia,”Wahai Ibrahim! Sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu.” Sungguh demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik..” (QS. Al Shaafat : 102-106).
‘Qurban’ bukan ‘korban’
Dalam bahasa obrolan sehari-hari, kita terkadang dibuat rancu dengan kebiasaan yang salah. Ada semacam penyamaan istilah ‘qurban’ dengan ‘korban’ padahal secara makna hakiki sungguh berbeda. Istilah Qurban seperti yang telah penulis jelaskan di awal mengandung makna ketaatan Illahi dengan menyisihkan sebagian rizki / harta yang seseorang miliki. Tujuannya antara lain mencapai derajat ketaqwaan kepada Tuhan walaupun secara fisik / materi daging qurban hanya bermanfaat untuk sesama makhluk bukan untuk sang Khalik itu sendiri. “Daging (hewan qurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketaqwaan kamu. Demikianlah Dia menundukannya untukmu agar kamu mengagungkan Allah atas petunjuk yang Dia berikan kepadamu. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al Hajj : 37).
Realita kehidupan manusia membuktikan bahwa pengorbanan tidaklah sama dengan pengurbanan. Ketika seseorang rela mati / berjuang hanya karena uang, kepentingan politik sesaat, membela seseorang, kelompok, dan lain-lain, maka hakikatnya ia menjadi korban bukanlah termasuk pengurbanan. Pengurbanan mestilah karena Allah, tujuannya ridla Allah dan sesuai dengan aturan Allah.
Dalam kisah sahabat Rasul saw. dikenal sosok seorang Handlalah. Ia konon menikahi sahabat perempuan, sebelum menjalani masa-masa pengantinnya (honey moon) terdengarlah olehnya ajakan untuk berjihad di jalan Allah dari Rasul saw. Tanpa berfikir panjang dan mengorbankan perasaannya, ia langsung pergi ke medan perang dan subhanallah, akhirnya ia menjadi syahid.
Sikap dan tabiat Handlalah itulah makna hakiki dari pengurbanan (al Tadhiyah), bukannya seperti orang yang membunuh dirinya lantas mengorbankan banyak orang yang tidak berdosa hanya karena hasutan segelintir orang atau kesalahfahaman memahami doktrin-doktrin agama. Pada akhirnya orang seperti ini hanya menjadi korban an sich.
Ibadah Qurban; ke-Kinian dan ke-Disinian
Di lingkungan penulis sendiri muncul sebuah wacana, manakah qurban yang lebih relevan untuk konteks kekinian dan kedisinian ? apakah qurban dalam koridor fiqh ataukah disesuaikan dengan skala prioritas (fiqh prioritas) ?
Memang dalam pemahaman fiqh, qurban mengharuskan penyembelihan hewan qurban tertentu dalam waktu tertentu pula. Di luar itu maka tidaklah termasuk ibadah qurban, tidak peduli apakah mudhahi (pengurban) sedikit atau banyak di satu daerah sedangkan di daerah yang lain tidak ada sama sekali sehingga terjadi ketimpangan / ketidakmerataan distribusi daging qurban. Akan tetapi, kalau dilihat dengan kerangka pemikiran fiqh prioritas, konteks qurban kekinian dan kedisinian akan menghasilkan sebuah asumsi (natijah); manakah hal yang lebih urgen ? Umpama dalam peristiwa musibah tsunami di Nangroe Aceh Darussalam lalu, tentu yang lebih mereka perlukan adalah rehabilitasi dalam hal fisik bangunan, lingkungan, fasilitas umum, dan lain-lain. Kemanfaatan satu kilogram daging saat itu akanlebih kecil bila dibanding dengan pembangunan fisik untuk masa depan kehidupan mereka. Saat ini di daerah kita banyak terjadi Contoh lain di suatu lingkungan sedang diadakan pembangunan sarana ibadah & pendidikan agama, sebagian ada yang lebih mengutamakan memberi donasi untuk pembangunan tersebut sedangkan yang lain masih tetap berqurban. Alasan yang pertama tentu rasional dan kontekstual karena menurutnya orang tidak akan pernah puas dengan daging atau lebih dari itu memberi kesan konsumtif. Sedangkan yang kedua berpegang pada landasan naqli qur’an dan hadits secara tekstual bahwa selamanya ibadah qurban tidak akan pernah bisa digantikan dengan yang lain. Kalau niatnya qurban..ya qurban, pembangunan..ya infaq pembangunan, masing-masing sudah ada posnya.
Dari alur pemikiran di atas, penulis bisa mengambil sebuah asumsi bahwa qurban merupakan ekspresi ketaqwaan seorang muslim kepada rabbnya. Dalam mengungkapkan ekspresi ketaqwaan tersebut harus sesuai dengan juklak dan juknis-Nya tapi sekaligus memberikan kemaslahatan yang lebih relevan dengan kondisi ke-Kinian dan ke-Disinian. Dengan kata lain kalau boleh penulis mencipta sebuah kaidah ushl –pengadopsian dari “idzaa ta’aarodho mafsadataani…..” menjadi ‘idzaa jaama’a maslahataani ruu’iya ahaduhuma bi-a’dhami maslahatan.’ (jika dua kemaslahatan berkumpul, maka ambillah satu kemaslahatan yang mempunyai nilai lebih dibandingkan dengan yang lainnya.) wallaahu a’lam bis shawwab.


Bandung, Maret 2009

Ihsan Faisal, M.Ag


*) penulis adalah Penyuluh Agama Islam Kec. Rancabali Kab. Bandung & Alumns Pasca Sarjana UIN SGD Bandung Kons. Studi Hadits.