Sabtu, 28 Maret 2009

metamorfosis rumah tangga

Metamorfosis Rumah Tangga
Oleh : Ihsan Faisal, M.Ag

Setiap rumah tangga yang sah secara syar’i akan diawali dengan institusi pernikahan yang sakral. Ikatan pernikahan yang super sakral itu direfresentasikan melalui ucapan akad nikah (ijab-qabul) antara wali dengan calon pengantin pria. Keluarnya lafadl ijab-qabul dari mulut kedua belah pihak (wali & pria) sekaligus memunculkan sejumlah konsekuensi hukum antara suami-isteri. Dari akad tersebut, masing-masing mengemban hak dan kewajiban yang proporsional. Ada kewajiban yang mesti dipenuhi sang suami pada isterinya sekaligus menjadi hak isteri serta ada hak yang mesti diterima suami sekaligus menjadi kewajiban sang isteri.
Proses kehidupan rumah tangga bisa diqiyaskan dengan proses pertumbuhan / perkembangan manusia. Pada usia-usia awal kehidupan, seorang bayi tidak tahu & tidak mampu apa-apa, ia hanya bisa menangis dan menangis jika menginginkan sesuatu. Setelah merangkak usia dini (batita/balita) ia mulai belajar bicara, berjalan, berinteraksi dengan lingkungan, dan sebagainya (ingat masa golden age anak). Menginjak masa kanak-kanak/anak-anak, banyak dimanfaatkan untuk bermain, belajar, bereksplorasi, bereksperimen, sebagai refleksi untuk mencari potensi dirinya. Masa remaja / pemuda sebagai moment emas kehidupan. Pada saat itu sedang munculnya potensi fisik dan perasaan (emosi) dalam ritme kehidupan sebagai modal menuju masa dewasa. Pada saat dewasa itulah sering diistilahkan dengan masa kematangan sosok manusia menjelang masa tua yang sering diidentikkan dengan fase lemah, pikun (seolah kembali ke masa kanak-kanak).
Begitupun dengan perkembangan umur kehidupan rumah tangga, pada usia awal pernikahan, rata-rata pasangan suami-isteri merasakan proses adaptasi dua kepribadian yang sedianya belum saling mengenal kemudian disatukan. Bagai anak yang sedang belajar berjalan akan mengalami jatuh bangun (dalam istilah sunda disebut lelengkah halu). Namun, itu adalah proses pembelajaran untuk lebih bisa berjalan dengan lancar. Teman saya pernah mengatakan, usia pernikahan di bawah lima tahun masih dianggap labil dan mulai bisa relatif stabil jika sudah melalui usia lima tahun ke atas.
Penulis mendapat pelajaran hidup dari proses belajar ‘berjalan’ nya anak sendiri ketika berumur satu tahun dari mulai tengkurap, merangkak, merambat sampai bisa bejalan. Demikianlah mungkin proses rumah tangga pun akan berlangsung.
Menginjak usia remaja pernikahan, sepertinya bagai bunga yang mulai mekar, mulai menampakkan warna-warni nya yang indah dan menghembuskan semerbak wewangian yang alami. Pada saat ini digambarkan rumah tangga yang sedang mengalami kemesraan istimewa, melihat anak-anak yang mulai tumbuh besar & perekonomian keluarga mulai stabil (pada umumnya).
Selepas itu rumah tangga akan menginjak usia dewasa, usia kematangan bagi kehidupan rumah tangga. Masing-masing anggota keluarga sudah menampakkan eksistensinya sendiri-sendiri dan mendekati kematangan. Orang sering mengistilahkan dengan ‘usia perak perkawinan’ / 25 tahun (walupun dalam Islam tidak terdapat term itu). Masa pernikahan selanjutnya adalah kedewasaan rumah tangga. Hal ini diilustrasikan seperti orang lanjut usia yang sudah makan asam garam kehidupan rumah tangga. Usia pernikahan pun sudah mencapai usia emas / 50 tahun. Namun pada usia dewasa rumah tangga ini bukan berarti tanpa cobaan dan ujian, keduanya akan datang dengan semakin berat dan kompleks bahkan tidak sedikit yang mengalami kehancuran rumah tangga. Kita berharap kondisi “husnul khatimah” rumah tangga lah yang kita cita-citakan. Mudah-mudahan, Aamien.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar